219 total views
INN NEWS – Italia menjadi negara Barat pertama yang melarang ChatGPT, chatbot kecerdasan buatan populer dari startup AS, OpenAI.
Akhir bulan Maret lalu, Otoritas Data Italia (Garante) memerintahkan OpenAI untuk menghentikan sementara pemrosesan data pengguna Italia di tengah penyelidikan atas dugaan pelanggaran privasi.
Garante menemukan bahwa OpenAI tidak transparan terkait data-data yang dikumpulkan oleh ChatGPT.
Selain itu, investigasi yang dilakukan kepada OpenAI menemukan adanya masalah pelanggaran data yang melibatkan percakapan pengguna dan informasi pembayaran.
Hal lain yang dipermasalahkan adalah tidak adanya filter untuk memverifikasi usia pengguna chatbot. Anak di bawah umur tetap bisa mengakses dan menerima respon AI yang bisa jadi tidak sesuai dengan tingkat perkembangan dan pemahaman anak tersebut.
Italia bukan satu-satunya negara yang memperhitungkan laju perkembangan AI yang cepat dan implikasinya bagi masyarakat. Sudah lama ada seruan agar AI segera diregulasi penggunaannya.
Keterlambatan penanganan dan regulasi dapat menimbulkan dampak seperti privasi data pengguna, keamanan akses, potensi cyber crime, dan lainnya.
Hal ini juga sudah diperingatkan oleh Badan Polisi Eropa (Europol) (23/03). Dilansir dari Kompas.com, Europol mengatakan bahwa kemampuan chatbot yang berkembang pesat akan dengan cepat dieksploitasi oleh mereka yang berniat jahat.
Akankah Negara-Negara Lain Turut Meregulasi AI?
Sebelum Italia, negara-negara seperti China, Rusia, Korea Utara, Iran, adalah sederet negara yang menutup akses ChatGPT di negaranya. Negara-negara tersebut merupakan negara dengan peraturan sensor yang ketat.
Namun pemblokiran di Italia cukup menyita perhatian, khususnya di negara-negara Barat dan Eropa. Dikutip dari decrypt.co, pada Selasa (04/04), komisaris privasi Kanada mengatakan ia sedang menyelidiki ChatGPT, bergabung dengan daftar negara yang terus bertambah — termasuk Jerman, Prancis, Swedia, dan lainnya.
“A.I. teknologi dan dampaknya terhadap privasi adalah prioritas untuk kantor saya,” kata Philippe Dufresne, Komisioner Privasi Kanada, dalam sebuah pernyataan resmi. “Kita perlu mengikuti—dan tetap terdepan dalam kemajuan teknologi yang bergerak cepat. (Hal) Itu adalah salah satu area fokus utama saya sebagai Komisaris.”.
Selain itu, Menteri Digital Prancis, Jean-Noël Barrot setuju dengan Italia yang mengatakan chatbot ChatGPT tidak menghormati undang-undang privasi. Tetapi ia masih menentang pelarangannya, dikutip dari politico.
Ia menegaskan, “Membatasi chatbot untuk menawarkan layanan di Prancis tidak akan tergantung pada pemerintah Prancis, melainkan pada otoritas perlindungan data Prancis untuk memutuskan.”.
Sementara itu, Uni Eropa, yang sering berada di garis depan dalam hal regulasi teknologi, telah mengusulkan undang-undang inovatif tentang AI. Dikenal sebagai European AI Act, aturan tersebut akan membatasi penggunaan AI dalam infrastruktur penting, pendidikan, penegakan hukum, dan sistem peradilan.
Menurut Reuters, draf aturan UE menganggap ChatGPT sebagai AI dengan tujuan umum, namun penggunaannya memiliki tingkat risiko yang tinggi. Sistem AI berisiko tinggi didefinisikan sebagai sistem yang dapat memengaruhi hak atau keselamatan dasar orang.
Kecepatan kemajuan teknologi terbukti sulit bagi pemerintah untuk mengimbanginya. Komputer sekarang dapat melakukan coding secara otomatis, membuat karya seni yang realistis, menciptakan musik, menulis esai, hingga melakukan pekerjaan yang human-like.
Tantangan yang hadir di depan mata adalah tentang berkurangnya peluang pekerjaan di masa depan, privasi data, hingga masifnya penyebaran berita palsu.
Pemerintah sebagai regulator dan pemegang otoritas tertinggi perlu menjadikan persoalan ini sebagai prioritas. Hal ini supaya perkembangan teknologi bukan menjadi ancaman bagi stabilitas politik, perekonomian, serta perdamaian global.