277 total views
INN NEWS – Para pemimpin negara anggota ASEAN sepakat untuk tidak mengundang Myanmar dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang digelar hari ini, 10-11 Juni 2023 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
“Sesuai keputusan para Leaders, Myanmar tidak diundang pada level politik. KTT ke-42 ini akan dihadiri oleh 8 Leaders, plus Sekjen Asean, plus Perdana Menteri Timor Leste,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, dalam keterangan resminya.
Pada keterangannya Menlu tidak bicara spesifik tentang alasan mengapa Myanmar tidak diperkenankan hadir. Namun, keputusan ini dapat diyakini tak lepas dari konflik internal yang dialami Myanmar pasca berkuasanya junta militer di negara tersebut.
Ini bukan kali pertama pemimpin Myanmar tidak diperkenankan hadir dalam perhelatan regional negara-negara Asia Tenggara ini.
Sejak kudeta yang terjadi 2021, junta militer Myanmar memang tidak pernah diundang dalam KTT ASEAN, baik di masa keketuaan Brunei, Kamboja, hingga Indonesia di tahun ini.
Baca juga: Konsistensi RI Dukung Timor Leste Gabung ASEAN, Hadiri KKT ke-42 tapi Dengan Status Ini
Mengutip pendapat dari pengamat internasional Universitas Bina Nusantara Dinna Wisnu, sikap ASEAN ini dilatarbelakangi beberapa negara ASEAN yang tidak mengakui junta militer sebagai pemerintahan yang resmi di Myanmar.
“Yang tidak diundang adalah kepala negaranya saja yang notabene saat ini tidak punya legitimasi, bahkan di dalam negeri sekalipun. Jadi bukan memojokkan Myanmar, tapi realitanya memang Myanmar tidak punya pemimpin,” ungkap Dinna dalam Youtube KompasTV (8/5).
ASEAN Berupaya Bantu Myanmar
Sejak terjadi konflik di Myanmar tahun 2021, para pemimpin negara ASEAN sebetulnya telah melakukan upaya meredam konflik internal. Salah satunya dengan menyepakati Konsensus Lima Poin yang berisi tentang komitmen penyelesaian konflik secara damai dan dialog yang wajib diupayakan oleh Myanmar.
Dalam konsensus tersebut, ASEAN juga telah menyiapkan bantuan kemanusiaan kepada Myanmar. Namun hingga tahun ketiga konsensus tersebut berjalan, Myanmar masih belum dapat memenuhi sepenuhnya.
Presiden Jokowi menyatakan dalam KTT ke 42 ini, krisis Myanmar menjadi salah satu isu yang dibahas mengacu pada Konsensus Lima Poin yang perlu ditegakkan kembali. Penyelesaian konflik Myanmar pun diharapkan Jokowi dapat diupayakan melalui dialog.
“Karena kita ingin ASEAN terbuka, bekerja sama dengan siapa pun dan negara mana pun, penyelesaian masalah di dalam ASEAN harus dilakukan melalui prinsip dialog. Ini sangat penting, terutama dalam kasus Myanmar,” kata Jokowi kepada wartawan, Minggu setelah dia tiba di Labuan Bajo (7/5).
Dalam wawancara yang sama, Jokowi mendorong Myanmar menahan diri dari segala bentuk kekerasan yang mengancam rakyat. Serta berharap segala bantuan kemanusiaan dapat sampai ke target yang tepat tanpa harus menghadapi kekerasan dan hambatan.
“Kondisi ini (kekerasan, konflik) tidak akan membuat siapapun menang. Mari kita duduk bersama, ciptakan ruang dialog untuk berdiskusi bersama.” himbaunya.