626 total views
INN NEWS – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memenangkan pemilihan kembali hari Minggu, 28 Mei 2023.
Terpilihnya Erdogan ini menandai perpanjangan pemerintahannya yang semakin otoriter hingga ke periode ketiga, di saat negara itu sedang dilanda inflasi tinggi dan terdampak gempa bumi.
Dengan lebih dari 99% kotak suara dibuka, hasil sementara menunjukkan kemenangan Erdogan dengan 52% suara, dan 48% untuk penantangnya, Kemal Kilicdaroglu.
Ketua dewan pemilihan Turki mengkonfirmasi kemenangan tersebut. Menyusul kemenangannya, Erdogan mengucapkan terima kasih kepada rakyat Turkiye yang telah mempercayainya untuk kembali memimpin negara.
“Kami (Saya) berharap kemenangan ini sepadan dengan kepercayaan Anda (rakyat), seperti yang telah kami lakukan selama 21 tahun,” katanya kepada para pendukung di Istanbul dalam komentar pertamanya setelah hasilnya diumumkan.
Ia bahkan mengolok-ngolok penantangnya, Kemal Kilicdaroglu di depan pendukungnya dengan mengatakan “Bye bye bye, Kemal”. Ia juga mengatakan, bahwa hal ini bukanlah kemenangannya dan timnya, namun kemenangan bagi Turki.
Erdogan Tetap Menang di Tengah Inflasi dan Bencana
Sebelumnya, Erdogan berhadapan dengan 3 penantang lainnya, Kemal Kilicdaroglu, Muharrem Ince, dan Sinan Oğan. Kandidat Muharrem Ince mengundurkan diri 3 hari sebelum pemilu pasca terkena skandal video porno.
Sementara kandidat ultra-nasionalis Sinan Oğan mendapatkan 5,2% dukungan yang membuat pemilu berlanjut ke putaran kedua. Sinan Oğan kemudian mendukung Erdogan pada pemilu putaran kedua.
Harus diakui kemenangan Erdogan di pemilu 2023 kali ini cukup menemui jalan terjal.
Namun di tengah cobaan di kesulitan ekonomi dan musibah gempa bumi yang dapat menggoncang pemerintahan Erdogan, mengapa ia tetap memenangkan hati rakyat Turkiye?
Peneliti Bayman Balci mengungkapkan pendapatnya bahwa kemenangan Erdogan didukung oleh keraguan rakyat Turkey akan koalisi Kemal yang terdiri dari 6 partai yang beragam secara ideologis, mulai dari demokrasi sosial hingga nasionalisme dan Islamisme.
“Hal yang menjadi kekuatannya, yaitu keragaman dan heterogenitasnya, dianggap sebagai kelemahan. Memang, para pemilih mungkin khawatir bahwa oposisi yang begitu beragam tidak dapat bersatu untuk memutuskan bagaimana mengelola banyak masalah negara,” ungkap Balci dalam tulisannya di Science Po.
Strategi Erdogan untuk mempertaruhkan segalanya pada stabilitas, kebesaran bangsa, dan pengaruh Turki di panggung internasional telah membuahkan hasil.
Selain itu, menurut Al Arabiya, Erdogan dianggap mempertahankan nilai-nilai keislaman di tengah negara Turkiye yang didefinisikan sebagai negara sekulerisme.