1,166 total views
INN NEWS – Belum lama ini viral sekelompok ibu-ibu berhijab mendatangi sebuah gedung dan berdebat dengan sekelompok orang yang ada di dalam gedung tersebut soal permasalahan tempat ibadah.
Aksi tersebut viral di media sosial bahkan tersebar di WhatsApp dalam bentuk video berdurasi hampir tiga menit.
Dari penelusuran INN Indonesia dari beberapa sumber terpercaya, ibu-ibu tersebut adalah warga Kelurahan Setia, Kecamatan Binjai Kota, Kota Binjai, Sumatera Utara.
Mereka mendatangi gedung Ruko Cafe Teman Ngopi untuk melakukan protes terhadap pihak gereja GMS (Gereja Mawar Sharon) Binjai yang memakai lantai dua gedung tersebut untuk beribadah.
Dari isi video itu, ibu-ibu yang mengklaim sebagai perwakilan warga yang capek menganggap pihak gereja tidak menghargai hasil musyawarah warga setempat.
Ibu-ibu tersebut mempermasalahkan tempat ibadah yang sudah direkomendasikan Pemko tapi pihak gereja lebih memilih tempat sebelumnya.
“Kan ibu-ibu bapak tidak punya izin di sini. Bolak balik kita musyawarah di kantor camat, kantor wali kota, musyawarah, ibu-ibu bapak-bapak sudah dikasih tempat di aula pemko, tapi kenapa balik di sini? Apa maksud bapak-bapak ibu-ibu sekalian? Kenapa harus di sini, di lingkungan yang mayoritas muslim?,” Ucap salah satu ibu berkerudung hitam.
Hingga kini INN Indonesia masih proses konfirmasi ke pihak gereja untuk mengklarifikasi persoalan tersebut.
Dari beberapa informasi yang diterima, akibat terus didemo warga, Pemko Binjai telah menyediakan tempat ibadah sementara di aula pemko untuk pihak gereja sambil menunggu perizin.
Namun dari kabar terbaru, pihak kelurahan setempat belum memberikan izin untuk GMS Binjai kembali beribadah di tempat semula.
Baca juga: Lagi, Gereja di Binjai Tak Dapat Izin Lurah, MUKI Sumut Geram “Alasannya Klasik”
Sementara itu secara terpisah, Ketua DPW Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) Sumatera Utara, Dedy Mauritz Simanjuntak angkat bicara terkait keluarnya Surat Pemerintah Kota Binjai, Kecamatan Binjai Kota, Kelurahan Setia perihal jawaban atas permohonan rekomendasi tempat ibadah sementara GMS Binjai tertanggal 3 Juli 2023.
Dedy geram lantaran isi surat itu belum dapat memberikan rekomendasi pemakaian tempat ibadah sementara seperti yang dimohonkan GMS Binjai.
Alasan belum diberikan rekomendasi perizinan karena masyarakat belum setuju jika gedung Ruko Lantai 2 Cafe Teman Ngopi dijadikan tempat ibadah sementara.
“Hal tersebut menyebabkan belum terciptanya kerukunan umat beragama serta ketentraman dan ketertiban masyarakat khususnya di masyarakat Kelurahan Setia;” demikian penggalan surat itu.
Dalam surat itu juga menjelaskan bahwa penerbitan rekomendasi tertulis oleh lurah dikeluarkan jika persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama telah terpenuhi sesuai pasal 18 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006.
Namun menurut Dedy, alasan klasik itu akan terus terulang sampai kapanpun selama pasal tersebut belum direvisi atau dicabut.
Peraturan ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk memanifestasikan tendensi intoleransi.
“Yang jelas pelarangan itu merupakan bentuk nyata dari pelanggaran kebebasan beribadah. Padahal di negara kita hal itu merupakan hak asasi yang diakui secara tegas dalam konstitusi” kata Rabu, 5 Juli 2023.
Kata Dedy, GMS Binjai sudah mengantongi 2 surat yaitu dari FKUB Kota Binjai dan dari Kemenag. Namun berlapisnya persyaratan dalam mendapatkan izin dan selalu mandek di tahap persetujuan masyarakat.
“Tak ada alasan yang jelas untuk membenarkan penolakan tersebut. Saya sudah cek ke lokasi, tidak ada suara yang mengganggu sedikitpun karena di dalam ruangan menggunakan peredam,” tambahnya.
Ditambahkan Dedy, pembatasan rumah ibadah seharusnya didasarkan atas batasan yang netral dan terukur. Bukan preferensi keagamaan seseorang terhadap agama lain.
“Misalnya apakah aktivitas ibadah itu mengganggu masyarakat atau tidak. Desibel dari bunyi kan bisa di ukur. Dan untuk kasus GMS, hal ini tidak terpenuhi,” terang Dedy.
Instruksi presiden menurut Dedy harus menjadi pegangan baru bagi para kepala daerah agar negara tidak kalah dengan persetujuan tertentu.