488 total views
INN NEWS – Akhirnya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) buka suara meresponi beredarnya cuplikan kartun anak bermuatan LGBTQ di media sosial.
Melalui Wakil ketua DKI Jakarta, Rizky Wahyuni, KPI mengingatkan lembaga penyiaran manapun untuk tidak menyiarkan tayangan yang mengandung unsur LGBTQ.
“Kami mengingatkan seluruh Lembaga Penyiaran berhati-hati terhadap seluruh tayangan yang disiarkan melalui televisi terutama mengandung unsur LGBTQ,” ujar Rizky dalam pernyataan pers, Senin, 21 Agustus 2023.
Namun sayangnya, setelah diteliti lebih lanjut, kartun tersebut tidak ditayangkan di televisi publik maupun swasta melainkan di layanan over-the-top (OTT) kanal Youtube.
Sayangnya, menindaklanjuti tayangan kartun tersebut bukan menjadi ranah pengawasan KPI.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran kewenangan KPI hanya pada pengawasan televisi terestrial dan radio,” kata Rizky.
Ia menambahkan, KPI akan tetap menjadi koridor pembatas untuk mengontrol tayangan yang disiarkan di televisi agar tercipta konten tayangan yang berkualitas, membangun, menjunjung etika dan moral di masyarakat.
Baca juga: Viral di Medsos Kartun Bermuatan LQBTQ, Netizen Ramai-ramai Mengecam
KPI juga telah melakukan klarifikasi dan pembinaan terhadap salah satu lembaga penyiaran yang menayangkan pasangan LGBT.
Hal itu menurutnya merupakan komitmen KPI dalam menjalankan peran fungsi sebagai regulator penyiaran.
Tantangan Regulasi Layanan OTT
Rizky mengungkapkan bahwa kesulitan monitoring dan filtering justru ditemukan pada platform OTT, video on demand, Youtube. Masifnya pengaruh media sosial dalam distribusi konten dari platform OTT membuat tayangan-tayangan tersebut mudah diakses.
“Jika kita temukan pelanggaran pasti akan kami tindaklanjuti. Justru yang kita khawatirkan saat ini adalah sangat banyak tayangan atau konten siaran tanpa filter mengandung unsur merusak moral dan etika anak bangsa yang tayang di media baru seperti OTT, video on demand (VOD) dan media sosial, dan itu sering diadukan kepada kami,” katanya.
Rizky berharap pemerintah mengambil tindakan secara aktif dan segera meregulasi konten-konten yang beredar melalui platform tersebut.
Sejauh ini pihaknya mengaku selalu memberikan literasi dan edukasi kepada masyarakat agar cerdas dalam memilih siaran termasuk dalam mengonsumsi siaran melalui internet.
Menurut laporan The Trade Desk dan Kantar pada 2022, 1 dari 3 orang Indonesia menonton konten OTT dengan rata-rata 41,4 jam per bulannya.
Survei juga menyoroti preferensi pengguna dalam memilih layanan media hiburan. Responden dari Indonesia 62% memilih OTT; dan 40% televisi tradisional. Dari tahun ke tahun, gap antara penikmat OTT dan televisi tradisional terus meningkat.
Namun cepatnya layanan OTT ini berkembang juga menimbulkan tantangan di sejumlah sektor, seperti industri hiburan, perekonomian, UMKM, hingga tantangan pendidikan.
Di satu sisi, layanan OTT membuka kesempatan untuk seniman maupun kreator Indonesia untuk berkarya dan mempublikasikannya ke audiens yang lebih luas.
Tetapi, layanan OTT yang memuat konten-konten dari negara-negara lain seperti Korea, Amerika Serikat, Jepang, Turki, dan lainnya, juga merupakan pintu masuk bagi budaya dan paham negara tersebut ke Indonesia.
Sudah sejak lama pemerintah melalui Kominfo menyadari akan tantangan ini, namun belum ditemukan regulasi yang benar-benar terimplementasi untuk mengawasi konten yang beredar pada layanan OTT, Youtube, maupun media sosial.