658 total views
INN NEWS – Terungkap fakta baru dalam sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) berkaitan dengan Putusan Mahkamah Kontitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap memuat konflik kepentingan yang akhirnya dipelesetkan menjadi mahkamah keluarga.
Diungkapkan salah satu pelapor dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), dokumen perbaikan permohonan yang dilayangkan pemohon bernama Almas Tsaqibbirru mahasiswa Universitas Surakarta (UNSA) tersebut tak ditandatangani kuasa hukum maupun Almas sendiri.
Hal tersebut diungkapkan, Ketua PBHI Julius Ibrani dalam sidang MKMK secara daring pada Kamis, 2 November 2023. Julius mengungkapkan bahwa dokumen tersebut didapatkannya langsung dari situs resmi MK dan dipaparkan di dalam persidangan.
“Kami berharap ini juga diperiksa. Kami khawatir apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya,” terang Julius.
Dikatakannya, selama ini MK telah menjadi pionir sekaligus teladan dalam pemeriksaan persidangan yang begitu disiplin, termasuk dalam hal tertib administratif.
“Kami mendapatkan satu catatan, dokumen ini tidak pernah ditandatangani dan ini yang dipublikasikan secara resmi oleh MK melalui situsnya,” ucap dia.
Seperti diketahui, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia capres cawapres pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya tiga tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Baca juga: UU No 48 tahun 2009, Putusan MK Syarat Cawapres Bisa Batal, Ketua MKMK: Masuk Akal
Seperti diberitakan Kompas.com, Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.
Hingga kini, MK telah menerima secara resmi 20 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan semua hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.
MKMK menyatakan bakal membacakan putusan paling lambat pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.