773 total views
OPINI – Tidak hadirnya cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka di forum diskusi publik yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah menimbulkan banyak tanda tanya.
Ternyata dari beberapa undangan diskusi publik, Gibran memang tidak hadir juga. Menariknya hampir semua undangan diskusi publik yang diselenggarakan oleh para cendekiawan/kampus Gibran tidak mau menghadiri.
Aneh bin ajaib! Pemimpin muda yang digadang-gadang sebagai perubahan justru menghindar paling banyak dari calon yang lain.
Banyak pihak menggangap celah Mahkamah Konstitusi menjadi beban tersendiri untuk Gibran menyampaikan gagasannya.
Sungguh disayangkan, pasalnya sebagai seorang calon pemimpin muda lulusan luar negeri pula harusnya menyampaikan gagasan bukan hal yang sulit tentunya.
Tapi entah mengapa dan siapa konsultan politiknya, Gibran sejak dikenalkan di publik gaya komunikasinya tidak banyak berubah.
Wajar jika masyarakat menilai bahwa sebenarnya Gibran adalah model pemimpin yang oportunis. Bagi seorang oportunis tujuan utama adalah perolehan suara sebanyak-banyaknya.
Pemimpin oportunis apalagi calon pemimpin muda sangatlah berbahaya. Para pemimpin oportunis inilah yang dapat membawa kehancuran bagi sebuah bangsa.
Terbelahnya kembali masyarakat saat ini adalah bukti bahayanya oportunisme dalam politik. Oportunisme dalam politik membuat banyak orang bingung.
Jangan kaget jika nanti oportunisme politik membangkitkan kembali Orde Baru, bahkan memecah belah hingga menghancurkan Indonesia.
Jika kecurigaan sebagai calon Pemimpin oportunis yang haus kekuasaan tidal tepat, maka kucingan-kucingan Gibran dengan diskuai publik menunjukan Gibran hanyalah boneka sebuah rezim oportunis.
Bagi anak-anak muda harusnya meragukan sikap Gibran karena sangat jauh dari Pemimpin dengan jiwa muda yang idealis.