663 total views
INN NEWS – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan posisi utang Indonesia jelang tutup tahun 2023. Dilaporkan Kemenkeu dalam buku APBN Kita, mengutip Rabu, 20 November 2023, hingga akhir November 2023, utang pemerintah Indonesia sebesar Rp8.041,01 triliun.
Angka tersebut naik tipis dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar Rp7.950,52 triliun.
Menteri Keuangan kepada media usai Penyerahan DIPA dan Daftar Alokasi TKD TA 2024 di Istana Kepresidenan, Rabu (29/11/2023) mengungkapkan lonjakan belanja alat utama sistem pertahanan (alutsista) di Kementerian Pertahanan era Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.
Dibeberkan Sri Mulyani, pengadaan alutsista telah menyebabkan melonjakan utang luar negeri pemerintah.
Belanja yang dilakukan kementerian pertahanan dilakukan di luar anggaran yang telah diberikan pemerintah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Terjadi kenaikan yang cukup signifikan dari US$20,75 miliar ke US$25 miliar. Itu yang kemarin disepakati,” ungkap Sri Mulyani.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pemerintah telah meningkatkan perhatian dalam aspek pertahanan negara. Anggaran untuk aspek pertahanan tercatat terus naik tiap tahun.
Pada tahun anggaran 2018–2021, realisasi anggaran fungsi pertahanan secara nominal mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,6%, yaitu dari Rp106,83 triliun pada tahun anggaran 2018 menjadi Rp125,79 triliun pada tahun anggaran 2021.
Anggaran fungsi pertahanan terus dikerek pada 2022 menjadi Rp133,3 triliun, dan lagi-lagi meningkat menjadi Rp134,3 triliun pada 2023.
Pada 2023, pos pertahanan akan melanjutkan belanja prioritas dan strategis dalam rangka mendukung terwujudnya pemenuhan Minimum Essential Force (MEF) secara bertahap untuk menjamin tegaknya kedaulatan, menjaga keutuhan NKRI serta penguatan pertahanan dibarengi Confident Building Measures (CBM).
Selain itu, anggaran digunakan untuk penanganan kejahatan konvensional, trans nasional dan pelanggaran hukum di wilayah laut dan perbatasan, serta keamanan perbatasan NKRI terutama Pos Lintas Batas Negara dan Lokasi Prioritas.
Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa kenaikan anggaran baik dari sisi DIPA maupun pinjaman luar negeri seiring dengan kondisi geopolitik yang tengah memanas.
“Kemenhan menganggap kebutuhan sesuai kondisi alutsista dan kemudian ancaman serta peningkatan dinamika geopolitik dan geosecurity dan di sisi lain masih sesuai dengan rencana kita dari sisi perancanaan penganggaran jangka panjang,” jelasnya.
Tren belanja itu juga diikuti dengan meningkatnya pinjaman luar negeri dari Kementerian Pertahanan.
Baca juga: Naik Lagi, Utang Indonesia Tembus Rp8.041 Triliun Jelang Tutup Tahun
Sementara itu mengutip Bisnis.com, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, nilai komitmen pinjaman luar negeri Kementerian Pertahanan tercatat meningkat menjadi US$4,35 miliar pada 2019.
Jumlah itu, melonjak dari catatan pinjaman luar negeri pada periode 2018, masa terakhir pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) Jilid 1 sebesar US$1,56 miliar.
Satu tahun setelahnya, posisi pinjaman luar negeri Kementerian Pertahanan kembali meningkat menjadi US$4,41 miliar dan sempat turun menjadi US$3,57 miliar pada 2021.
Namun, penurunan pinjaman utang luar negeri Kementerian Pertahan tidak berlangsung lama, jumlah itu kembali naik menjadi US$5,96 miliar pada 2022 dan US$7,13 miliar per kuartal III/2023.
Kenaikan itu juga diikuti dengan realisasi belanja Kementerian Pertahanan yang bersumber dari dana pinjaman luar negeri.
Diketahui Kementerian Pertahanan tercatat paling banyak membeli pesawat terbang untuk pertahanan militer dalam negeri.
Sejak 2019, tercatat sebanyak 258 unit kendaraan tempur udara yang terdiri atas pesawat terbang, jet tempur, hingga helikopter yang diborong oleh pemerintah.
Melansir data Flight Global, pemerintah diantaranya telah memesan sejumlah unit pesawat seperti F-15IDN sebanyak 24 unit dari Amerika Serikat yang diproduksi oleh Boeing.
Selain itu, terdapat pembelian sebanyak 50 unit jet tempur KF-21 yang diproduksi oleh Korea Selatan. Deretan jet tempur itu akan melengkapi deretan alutsista pertahanan udara RI.
Prabowo juga tercatat memborong jet tempur buatan Prancis yang diproduksi oleh Dassault Aviation. Pemerintah memborong sebanyak 42 unit pesawat berjenis Rafale.
Pemerintah juga tercatat membeli jet tempur F-16A/C sebanyak 25 unit, Hawk 209 sebanyak 22 unit, Su-27/30/35 sebanyak 16 unit, dan yang paling kontroversial adalah pembelian pesawat bekas Mirage 2000-5 sebanyak 12 unit dari Qatar.
Dalam pernyataan resminya, Kementerian Pertahanan menyatakan untuk meningkatkan kemampuan tempur TNI AU, Kementerian Pertahanan memiliki rencana upgrade dan overhaul/repair pada pesawat SU-27/30, Hawk 100/200 dan F-16 dimana hal ini sesuai dengan surat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor: R.387/D.8/PD.01.01 /05/2023.
Selain pelaksanaan upgrade dan Overhaul/repair pada pesawat SU-27/30, Hawk 100/200 dan F-16 juga terdapat pembelian Alutsista berupa Pesawat baru seperti pesawat Dassault Rafale dan F-15 Super Eagle.
Namun berdasarkan kontrak, dinyatakan bahwa kedatangan 3 pesawat Rafale pertama baru akan terlaksana pada Januari 2026, sedangkan kontrak pesawat F-15 masih dalam tahap pembahasan Letter of Offer and Acceptance oleh Pemerintah Amerika Serikat.
Untuk itu, Kementerian Pertahanan berdalih pembelian pesawat bekas tersebut karena Indonesia membutuhkan alutsista pesawat tempur yang bisa melaksanakan pengiriman secara cepat untuk menutupi penurunan kesiapan tempur TNI AU yang disebabkan oleh banyaknya pesawat tempur yang habis masa pakainya.