1,022 total views
SOLO – Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Sofyan Anif menyerukan Maklumat Kebangsaan menyinggung praktik politik nepotisme dari pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang tidak netral dalam Pilpres 2024.
Maklumat tersebut diserukan Sofyan bersama civitas akademika UMS yang diikuti puluhan Guru Besar UMS di Gedung Siti Walidah, Kompleks Kampus UMS, Senin, 5 Februari 2024.
Ada delapan poin Maklumat Kebangsaan yang dibacakan oleh Guru Besar Fakultas Hukum UMS Aidul Fitri Ciada Azhari.
Eks Ketua Komisi Yudisial (KY) itu menerangkan, maklumat kebangsaan muncul akibat keresahan kampus terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, kondisi tersebut sudah sangat memprihatinkan sehingga mengancam masa depan demokrasi di tanah air. Salah satu yang dikritisi sebenarnya adalah nepotisme.
“Nepotisme ini kan satu hal yang kita perjuangkan di awal reformasi,” kata Aidul usai menyerukan maklumat.
Praktik nepotisme yang dimaksud adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat usia cawapres minimal 40 tahun menjadi ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’ yang akhirnya memuluskan jalan putra sulung Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto.
Dia menambahkan, kondisi tersebut diperburuk lagi dengan praktik politik dari Penyelenggara Negara yang tidak netral dalam kontestasi Pemilihan Umum yang berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan secara massif.
Baca juga:
Akademisi Sudah Ambil Posisi, Waktunya Mahasiswa Jadi Kunci
Selain itu Aidul juga menyinggung aksi besar-besaran mahasiswa di tahun 1998 yang melengserkan Presiden Soeharto.
Disebutnya, UMS termasuk salah satu kampus yang menyuarakan dihentikannya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) saat itu.
“Sebutlah peristiwa 1998 itu dimulai dari sana. Dari jembatan sana (jembatan menuju kampus UMS),” terang Aidul.
Lanjutnya, adanya upaya dari beberapa pihak untuk menyuburkan kembali nepotisme, kronisme, dan korupsi. “Nah sekarang kita melihat ini seperti dikembalikan lagi. Jadi ini pengkhianatan terhadap reformasi. Ini pengkhianatan terhadap perjuangan para mahasiswa dulu. Perjuangan dunia kampus,” katanya.
Aidul lantas mengajak semua pihak terutama penyelenggara negara untuk mengembalikan keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Sehingga negara tidak lagi menjadi urusan keluarga tapi bersama.
“Rakyat sebagai pemegang kedaulatan itu punya hak yang sama,” pungkasnya.