1,481 total views
INNternasional – Senegal yang merupakan negara yang dikenal sebagai contoh demokrasi dan stabilitas di Afrika kini dihadapkan dengan gelombang krisis dan kerusuhan besar.
Hal ini lantaran diputuskannya penundaan pemilu yang membuat kekuasaan Presiden petahana Macky Sall makin lama.
Presiden Sall dituduh haus kekuasaan karena melakukan berbagai manuver untuk menambah lama kekuasaannya. Konstitusi Senegal hanya mengizinkan presiden berkuasa dua periode.
Namun pada Senin, 5 Februari 2023 lalu, anggota parlemen Senegal sepakat menunda pemilu sampai Desember dan disepakati dalam UU penundaan pemilu oleh hampir secara bulat oleh seluruh anggota parlemen berjumlah 106 orang.
Itu terwujud karena oposisi parlemen telah dikeluarkan dari keanggotaan secara paksa sebelum pemungutan suara berlangsung.
Diberitakan AFP, menurut salah seorang anggota parlemen koalisi pemerintah Moussa Diakhate, Sall hanya akan menjabat Desember sampai penggantinya terpilih pada Desember mendatang.
“Presiden Macky Sall menyatakan hanya akan menjabat dua periode (sesuai aturan Senegal). Dia memegang janji,” klaim Diakhate.
Salah seorang anggota parlemen yang menolak perpanjangan kekuasaan Sall, Ayib Daffe, menegaskan apa yang terjadi di Senegal adalah bukti semakin terkikisnya demokrasi.
“Situasi benar-benar seperti bencana, citra Senegal hancur dan saya pikir kita tak akan bisa pulih dan kebangkrutan demokrasi, tsunami supremasi hukum dalam waktu dekat,” papar Daffe.
Pengumuman penundaan pemilu yang berarti masa jabatan Sall diperpanjang memicu kerusuhan di depan gedung parlemen di Dakar, ibu kota negara. Polisi sampai menembakkan gas air mata demi membubarkan massa. Massa membalas aksi polisi dengan terus menerus meneriakkan ‘Macky Sall Diktator’.
Diketahui Ini adalah kali kedua kerusuhan pecah di Senegal dalam sepekan terakhir. Pada pekan lalu, saat Sall mengumumkan rencana penundaan pemilu 25 Februari nanti, rusuh juga pecah di beberapa titik.
Kerusuhan berujung pula pada penangkapan kandidat oposisi pada pemilu, termasuk eks Perdana Menteri Aminata Toure.
Kelompok prodemokrasi beserta beberapa perwakilan masyarakat mengatakan, Sall telah melakukan kudeta konstitusi dan penyerangan terhadap demokrasi.
Kondisi Senegal saat ini mengundang keprihatinan dunia. Ketua Komisi Uni Afrika, Moussa Faki Mahamat, meminta pihak bertikai di Senegal menyelesaikan masalah politik dengan konsultasi, saling pengertian, dan dialog.
Human Rights Watch (HRW) memperingatkan bila kerusuhan dan krisis terus terjadi, maka Senegal akan kehilangan kredensial demokrasi. “Senegal telah lama dianggap sebagai mercusuar demokrasi di kawasan. Hal ini sekarang dalam bahaya,” tegas HRW.