411 total views
INN NEWS – Film dokumenter Dirty Vote yang diproduksi Rumah produksi Watch Doc telah dirilis pada Minggu, 11 Februari 2024 di akun YouTube Dirty Vote.
Film karya Dandy Dwi Laksono ini mengungkap soal dugaan kecurangan Pemilu 2024. Secara terang benderang mengisyaratkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diduga mengerahkan lembaga negara untuk membantu kemenangan Paslon nomor 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putranya sendiri.
Hingga pagi ini, film tersebut telah ditonton lebih dari 3 juta kali.
Film Dirty Vote berisi tiga pandangan dari ahli hukum tata negara antara lain, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.
“Ketiganya menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi,” demikian keterangan resmi terkait peluncuran dokumenter tersebut, Minggu (11/2/2024).
Menurut Bivitri, Dirty Vote merupakan sebuah film dan rekaman sejarah betapa rusaknya demokrasi yang sudah terjadi di Indonesia.
Dijelaskannya, Dirty Vote bercerita tentang dua hal, pertama tentang demokrasi yang tidak bisa dimaknai sebatas terlaksananya Pemilu.
“Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi,” katanya.
Dirty Vote juga menceritakan soal kekuasaan yang disalahgunakan, karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis. Adapun dia menegaskan pentingnya sikap publik dalam merespons praktik kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Pakar hukum Feri Amsari mengatakan bahwa membiarkan kecurangan Pemilu sama saja dengan merusak bangsa Indonesia.
“Rezim yang kami ulas dalam film ini lupa bahwa kekuasaan itu ada batasnya. Tidak pernah ada kekuasaan yang abadi. Sebaik-baiknya kekuasaan adalah, meski masa berkuasa pendek, tapi bekerja demi rakyat. Seburuk-buruknya kekuasaan adalah yang hanya memikirkan diri dan keluarganya dengan memperpanjang kuasanya,” ujarnya.
Sebagai informasi sebanyak 20 lembaga yang terlibat dalam pembuatan film tersebut di antaranya adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, LBH Pers, YLBHI dan lainnya.