386 total views
INN NEWS – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau seluruh masyarakat untuk tidak golput serta menggunakan hak pilih dengan baik di Pemilu 2024.
Imbauan tersebut disampaikan Ketua MUI Bidang Fatwa Prof. Asrorun Niam Sholeh dalam keterangannya, Selasa, 13 Februari 2024.
Disampaikan Niam, golput adalah haram karena bisa meloloskan pemimpin zalim menjadi pemenang.
“Golput dalam arti tidak mau berpartisipasi menggunakan hak pilih, kemudian terpilih pemimpin yang zalim dan tidak kompeten, maka tindakan itu haram dan berdosa,” jelas Niam.
Profesor bidang Ilmu Fikih itu menjelaskan, dalam sistem politik di Indonesia, setiap warga negara diberi hak untuk memilih. Hak tersebut harus digunakan secara baik dan bertanggung jawab dalam mewujudkan kepemimpinan publik yang baik.
“Karenanya, memilih pemimpin yang mampu menjaga agama dan mampu mengurusi urusan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan hukumnya wajib,” ucap Ketua MUI termuda itu.
MUI mengimbau masyarakat dalam mencoblos di pemilu memilih sesuai nurani. Masyarakat harus menolak uang dari serangan fajar karena haram. Uangnya tak berkah.
Memilih pemimpin jelas Niam harus didasarkan pada pertimbangan kompetensi mengemban amanah kepemimpinan guna mwujudkan kemaslahatan.
“Setelah mendengar visi misi calon dalam masa kampanye, saatnya kita kontemplasi dan memilih sesuai hati yang jernih, meminta pertolongan Allah SWT agar diberi pemimpin yang shidiq atau jujur, yang amanah atau dapat dipercaya, yang tabligh atau punya kemampuan ekskusi, serta yang fathanah atau punya kompetensi,” beber Niam.
Ditegaskannya, jangan masyarakat memilih calon karena suap atau sogokan atau istilah kerennya serangan fajar.
“Tidak boleh memilih karena sebab sogokan atau pemberian harta semata. Orang yang akan dipilih atau yang mencalonkan diri juga tidak boleh menghalalkan segala cara untuk dapat dipilih, seperti menyuap atau dikenal dengan serangan fajar, hukumnya haram,” tegas Niam.
Menerima sogokan politik yang kemudian mendorong orang untuk memilih orang yang tidak kompeten hukumnya haram,” tambahnya.
Baca juga:
Jangan Ngeyel, Pilih Pelanggar Konstitusi Jadi Pemimpin Sangat Berbahaya
Diketahui MUI telah menetapkan Fatwa tentang Hukum Permintaan dan/atau Pemberian Imbalan atas proses pencalonan pejabat publik yang berbunyi:
1. Suatu permintaan dan/atau pemberian imbalan dalam bentuk apapun terhadap proses pencalonan seseorang sebagai pejabat publik, padahal diketahui hal itu memang menjadi tugas, tanggung jawab, kekuasaan dan kewenanganya hukumnya haram, karena masuk kategori risywah (suap) atau pembuka jalan risywah.
2. Meminta imbalan kepada seseorang yang akan diusung dan/atau dipilih sebagai calon anggota legislatif, anggota lembaga negara, kepala pemerintahan, kepala daerah, dan jabatan publik lain, padahal itu diketahui memang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangannya, maka hukumnya haram.
3. Memberi imbalan kepada seseorang yang akan mengusung sebagai calon anggota legislatif, anggota lembaga negara, kepala pemerintahan, kepala daerah, dan jabatan publkc lain, padahal itu diketahui memang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangannya, maka hukumnya haram.
4. Imbalan yang diberikan dalam proses pencalonan dan/atau pemilihan suatu jabatan tertentu tersebut dirampas dan digunakan untuk kepentingan kemaslahatan umum.