349 total views
JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan sejumlah masalah netralitas aparatur negara di Pemilu 2024.
Hal tersebut disampaikan langsung Anggota Tim Pemantau Pemilu Komnas HAM Saurlin P. Siagian dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Februari 2024.
Diketahui temuan yang didapatkan Komnas HAM ini berdasarkan pantauan lapangan di 15 provinsi dan 50 kabupaten/kota pada 12-16 Februari 2024.
“Temuan terkait dengan netralitas aparat negara sangat berhubungan dengan politik uang untuk memenangkan peserta pemilu tertentu,” kata Saurlin.
Temuan pertama Komnas HAM kata Saurlin adalah adanya 12 Kepala Desa di Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang terang-menerang menyatakan dukungan kepada salah satu peserta Pemilu.
Berikutnya adalah rapat koordinasi kepala desa di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah untuk pemenangan peserta pemilu tertentu.
Hal serupa juga dilakukan Wali Kota Samarinda, Kalimantan Timur kepada jajarannya terkait hal yang sama.
Selanjutnya ditemukan seorang oknum aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Cianjur tertangkap tangan melakukan politik uang demi membujuk masyarakat memilih peserta pemilu tertentu.
Hal tersebut juga bahkan dilakukan pejabat daerah seperti penjabat atau Pj. Gubernur.
“Terkait netralitas aparat negara, kami juga menemukan temuan video ajakan Pj. Gubernur Kalimantan Barat yang mengajak masyarakat untuk memilih calon presiden dan calon wakil presiden yang mendukung pembangunan IKN. Ajakan ini disampaikan oleh Pj. Gubernur Kalimantan Barat pada Peringatan HUT Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat pada 24 Januari 2024,” ujar Saurlin.
Masalah netralitas aparatur negara merupakan salah satu dari setidaknya 3 masalah yang ditemukan Komnas HAM terkait penyelenggaraan Pemilu 2024.
Sementara itu Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro memaparkan bahwa masalah lainnya berkaitan dengan hak pilih kelompok marginal-rentan, serta hak kesehatan dan hak hidup petugas Pemilu 2024 atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
“Hal ini khususnya merupakan tindak lanjut dan juga bagian dari refleksi atas kejadian serius yang terjadi pada Pemilu 2019 yang lalu, di mana kita tahu ada banyak korban jiwa dari petugas pemungutan suara,” pungkasnya.