284 total views
INN NEWS – Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) mengecam pemberian kenaikan pangkat kehormatan Jenderal (HOR) bintang empat untuk Menteri Pertahanan yang juga Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto.
KMS mengecam hal itu melalui keterangan pers, Rabu, 28 Februari 2024 diterima INN siang ini.
Pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo menurut KMS merupakan langkah keliru. KMS menyebut pangkat tersebut tidak pantas sebab Prabowo memiliki rekam jejak buruk dalam karir militernya.
Pemberian gelar itu juga disebut merupakan langkah politik transaksi electoral dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM berat di masa lalu. Koalisi menilai pemberian gelar kehormatan kepada Prabowo merupakan bentuk pengkhianatan terhadap gerakan Reformasi 1998.
“Hal ini tidak hanya tidak tepat tetapi juga melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998. Kebebasan yang kita nikmati hari ini merupakan buah perjuangan para martir dari Gerakan Reformasi 1998. Bagaimana mungkin, mereka yang dulu ditumbangkan oleh Reformasi 1998 justru hari ini ingin diberikan penghargaan,” demikian bunyi keterangan resmi itu.
Berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP, Prabowo telah ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan sejumlah kesalahan, termasuk menculik beberapa aktivis pro demokrasi pada tahun 1998. Prabowo dijatuhkan hukuman berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan.
Namun, Prabowo belum pernah diadili atas tuduhan kejahatannya. Nama Prabowo masih masuk dalam daftar hitam terduga pelaku kejahatan kemanusiaan karena belum pernah diputihkan atau dibersihkan melalui sidang terbuka melalui Pengadilan HAM ad hoc.
KMS menilai, pemberian pangkat kehormatan terhadap seseorang yang telah dipecat secara tidak hormat sejatinya telah mencederai nilai-nilai profesionalisme dan patriotisme dalam tubuh TNI. Koalisi menganggap Jokowi telah memaksa institusi TNI untuk menjilat ludah mereka sendiri demi kepentingan politik keluarganya. Koalisi menyebut, Jokowi mempolitisasi TNI serta meruntuhkan marwah dan martabatnya yang telah dibangun oleh banyak prajurit dengan darah maupun air mata.
“Kami memandang sudah seyogyanya TNI tidak ditarik-tarik dan dilibatkan dalam ‘cawe-cawe’ politik praktis dengan melantik seorang jenderal pelanggar HAM dengan pangkat kehormatan,” demikian keterangan tertulis itu.
KMS menganggap apresiasi berupa pemberian kenaikan pangkat kehormatan justru bertentangan dengan janji Jokowi dalam Nawacitanya untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran berat HAM di Indonesia sejak kampanye Pemilu 2014 lalu. Jokowi kerap memberikan apresiasi dan karpet merah bagi terduga pelaku kejahatan HAM di Indonesia yang malah memperkuat belenggu impunitas.
KMS menilai, pemberian gelar kehormatan kepada Prabowo akan semakin memperpanjang rantai impunitas. Dengan pemberian gelar tersebut, maka tindakan kejahatan yang melibatkan prajurit militer akan dianggap sebagai hal ‘normal’ karena Prabowo saja tidak diproses hukum, tetapi malah diberi gelar jenderal kehormatan.
KMS mendesak Jokowi membatalkan rencana pemberian pangkat kehormatan terhadap Prabowo. Koalisi juga meminta Komnas HAM RI mengusut kasus kejahatan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan memanggil dan memeriksa Prabowo Subianto atas keterlibatannya dalam kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.
KMS menuntut TNI-POLRI untuk menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam aktivitas politik.
Diketahui Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS); IMPARSIAL; IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia); Asia Justice and Rights (AJAR); Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI); Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM); ELSAM; HRWG; Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesian(PBHI); Centra Initiative;
Lokataru Foundation; Amnesty International Indonesia; Public Virtue; SETARA Institute; Migrant CARE; The Institute for Ecosoc Rights; Greenpeace Indonesia; Public Interest Lawyer Network (Pil-NET Indonesia); KontraS Surabaya; Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Banten (LBH Keadilan); Lembaga Pengembangan Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPSHAM); serta Federasi KontraS.