244 total views
INN NEWS – Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Iqbal Mochtar mengomentari program makan siang gratis yang diinisiasi salah satu Paslon di Pilpres 2024 dan telah direncanakan oleh pemerintah untuk masuk dalam Anggaran Perbelanjaan Negara (APBN) 2025.
Bahkan pemerintah telah melakukan simulasi makan siang gratis dengan harga Rp15 ribu per anak di sekolah baru-baru ini.
Program makan siang gratis kata Iqbal sangat tidak relevan jika bertujuan untuk mengurangi prevalensi stunting.
Menurutnya, pemberian makanan pada anak sebenarnya tidak secara otomatis menurunkan kejadian atau prevalensi stunting. Kalau pun bisa itu sifatnya temporer.
“Kenapa? Karena stunting ini persoalan yang sangat kompleks bukan hanya asupan gizi, tapi juga kemiskinan dan sosial ekonomi. Orangtua yang tidak bisa memberikan makanan kepada anaknya itu karena mereka tidak bisa mendapatkan penghasilan yang cukup untuk memberikan makanan yang bergizi bagi anaknya,” ungkapnya, seperti dirilis Media Indonesia, Kamis (29/2).
Persoalan stunting menurutnya bukan hanya gizi, tapi kemiskinan, sosial, pengetahuan dan banyak hal lain yang menyertainya. Maka dari itu, Iqbal menyebukan jika program makan siang diterapkan, sifatnya hanya akan berlangsung sementara saja karena yang perlu diperbaiki justru faktor kemiskinan.
“Saya berpikir kalau ada pemberian makanan tambahan dan gratis tidak perlu diberikan pada semua anak, hanya kepada anak berisiko tinggi,” tegas Iqbal.
Program pemberian makanan juga bukan hal yang baru, bahkan sudah ada sejak 30 tahun lalu. “Sejak saya di Puskesmas sudah ada pemberian makanan tambahan dan dilakukan secara teratur beberapa bulan. Tapi hasilnya tidak ada perubahan signifikan. Jadi begitu, kalau ini dipaksakan juga tidak akan terlalu efektif dan efisien,” ujarnya.
Makan Siang Gratis Rp15 Ribu per Anak, Menunya Diatur Pemerintah Daerah, Bukan Pusat
Dia berpendapat program itu hanya akan menguras anggaran negara. Pasalnya, jika program ini diberikan bagi anak-anak berusia 0-6 tahun, jumlahnya saat ini mencapai sekitar 30 juta jiwa.
“Survei sosial ekonomi pada 2021 menyebutkan biaya makanan bergizi seimbang mencapai Rp22 ribu sehari atau Rp660 ribu per bulan. Ini belum mempertimbangkan kenaikan harga pangan. Jadi belum termasuk perhitungan logistik juga,” ucap Iqbal.
“Kalau pakai hitungan ini saja pemerintah harus menyediakan Rp19,7 triliun atau Rp20 triliun per bulan atau sekitar Rp240 triliun per tahun. Ini belum termasuk nilai yang diperlukan keperluan logistik. Kalau diperhitungkan bisa meningkat 3 kali lipat,” pungkasnya.
Defisit APBN 2024 Melebar dari 2,3% ke 2,8% Gegara Bansos dkk