300 total views
INN NEWS – Koalisi Masyarakat Sipil (16 organsiasi masyarakat) Kalimantan Timur (Kaltim) menolak upaya penggusuran, perampasan tanah, dan pembongkaran paksa rumah warga untuk proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
Penolakan tersebut disampaikan perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim, Mareta Sari, melalui keterangan tertulis, dikutip INN, Kamis, 14 Maret 2024.
“Menolak upaya-upaya penggusuran paksa masyarakat lokal dan masyarakat adat dari tanahnya dengan dalih apapun,” tegas Mareta.
Dalam keterangannya itu Mareta menerangkan, masyarakat lokal dan masyarakat adat merupakan bagian kelompok rentan yang sudah menjadi kewajiban negara memberikan perlindungan, bukan justru mengalami pembongkaran paksa dan upaya-upaya pemaksaan penggusuran atas nama pembangunan IKN.
Koalisi mengklaim dokumen tata ruang yang dibentuk tanpa partisipasi sejati masyarakat lokal dan masyarakat adat adalah dokumen yang cacat hukum.
Sebab itu tegas Mareta, masyarakat sipil Kaltim menolak pembangunan IKN yang menggusur hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat.
“Menyerukan kepada seluruh rakyat, untuk membangun solidaritas bersama. Hanya dengan cara bersatulah, keputusan penguasa yang menindas dan tidak memihak rakyat, bisa kita lawan!” tegasnya lagi.
Dia lantas mengingatkan pemerintah soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Pemerintah lupa jika negara pada hakekatnya wajib bertindak atas nama kepentingan rakyat, bukan kepentingan para pemodal, apalagi sekadar obsesi pemindahan IKN,” imbuhnya.
Baca juga:
Otorita IKN Paksa Warga Kampung Tua Robohkan Rumah Sendiri Tanpa Sosialisasi
Mareta mengutip putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-VIII/2010.
MK menegaskan dalam putusan tersebut bahwa terdapat empat aspek yang digunakan sebagai tolok ukur dalam menguji makna penguasaan negara dan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pertama, kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat. Kedua, tingkat pemerataan manfaat sumber daya alam bagi rakyat. Ketiga, tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya alam. Dan keempat, penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun dalam memanfaatkan sumber daya alam.
Mareta menceritakan, Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) sebelumnya mengeluarkan Surat Nomor: 179/DPP/OIKN/III/2024 Perihal Undangan arahan atas Pelanggaran Pembangunan yang Tidak Berijin dan atau Tidak Sesuai dengan Tata Ruang IKN.
Surat itu kemudian ditindaklanjuti dengan surat teguran pertama Nomor 019/ST I-Trantib-DPP/OIKN/III/2024, dalam jangka waktu 7 hari warga agar segera membongkar bangunan yang tidak sesuai ketentuan Tata Ruang IKN dan peraturan perundang-undangan.
“Ancaman OIKN tersebut yang secara tiba-tiba hendak mengusir warga Pemaluan dengan dalih pembangunan Ibu kota, jelas merupakan bentuk tindakan abusive alias kasar pemerintah,” pungkasnya.