248 total views
JAKARTA – Yusril Ihza Mahendra, Kuasa hukum Paslon nomor 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming mengakui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara 90 tentang syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden (cawapres) sangat problematik.
Pengakuan itu dilontarkan Yusril usai Kuasa hukum Paslon nomor 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD yakni Luthfi Yazid mengungkit rekam jejaknya sebelum menjadi kuasa hukum Gibran yang pernah menyatakan putusan tersebut cacat hukum.
Dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di gedung MK, Jakarta, Selasa (2/4), Yusril juga disebut pernah berandai-andai jika menjadi Gibran, dia tidak akan maju sebagai cawapres lantaran putusan yang mengandung penyelundupan hukum itu.
“Ada seorang pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, dia di dalam wawancara dan di berbagai media, dia mengatakan bahwa putusan nomor 90 MK itu cacat hukum secara serius. Bahkan mengandung penyelundupan hukum. Karena itu dia berdampak panjang putusan MK itu,” kata Luthfi.
“Sebab, itu saudara Yusril mengatakan, ‘andaikan saya Gibran, maka saya akan meminta kepada dia untuk tidak maju terus pencawapresannya’. Saya mohon tanggapan dari Saudara,” lanjutnya.
Baca juga:
4 Menteri Dipanggil MK, Jika Tak Mau Akan Dipaksa
Yusril yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu pun langsung menanggapi dan mengoreksi pernyataan Luthfi di persidangan.
“Saya ingin mengklarifikasi ucapan Luthfi. Kata-kata yang mengatakan, ‘andaikan saya Gibran saya akan minta kepada dia’, adalah kata-kata yang tidak logis. ‘Andai kata saya Gibran, saya akan bersikap seperti ini’, itu baru logis,” ucap Yusril.
Yusril pun melanjutkan penjelasannya soal putusan perkara 90. Yusril mengakui bahwa putusan MK tersebut mengandung banyak masalah. “Jadi yang saya ucapkan adalah andai kata saya Gibran, saya memilih saya tidak akan maju karena saya tahu bahwa putusan ini problematik,”
Putusan tersebut dituturkannya dalam sudut pandang filsafat moral dikategorikan cacat etik. Namun, kata Yusril, putusan tersebut harus dipatuhi sebagai bentuk kepastian hukum. Filsafat hukum dalam penilaian Yusril adalah persoalan keadilan dan kepastian hukum adalah suatu yang sulit dipertemukan.
“Bahwa betul putusan 90 itu problematik kalau dilihat dari filsafat hukum, etik dan lain-lain. Tapi dari segi kepastian hukum, putusan 90 itu, jelas sekali,” kata Yusril.
Dia pun bertanya balik, apakah kedua persoalan itu perlu diperdebatkan. “Ketika kita dihadapkan pada kasus yang konkret menurut saudara apakah kita harus berdebat tentang keadilan yang tidak berujung, atau kita harus mengakhirinya dengan kepastian hukum? Demikian pertanyaan saya”.