477 total views
Laporan reporter Innindonesia.com Ghufran Afif
JAKARTA – Dewan Pers mengeluarkan kritik terhadap versi terbaru dari draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran.
Yadi Hendriana, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, menyatakan bahwa RUU tersebut dianggap sebagai ancaman bagi kebebasan pers.
“Dalam draf yang kami terima sebagai bahan rapat Baleg 27 Maret 2024, RUU ini berbahaya bagi kebebasan pers dan ada kewenangan yang tumpang tindih dengan UU Nomor 40 tentang Pers,” kata Yadi pada Minggu (12/5).
Sebelumnya Komisi I DPR RI, menyusun RUU Penyiaran yang bertujuan untuk menyegarkan regulasi penyiaran agar sejalan dengan kemajuan teknologi digital.
Diharapkan RUU ini akan membawa era baru dalam penyiaran di Indonesia yang lebih sehat, bermutu, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Beberapa poin utama dalam RUU ini mencakup penyelesaian perselisihan dalam jurnalisme, dan larangan dalam penayangan jurnalistik investigasi. Saat ini, RUU tersebut masih dalam tahap pembahasan di DPR RI dan diharapkan akan segera disahkan.
Yadi mengajukan permintaan kepada DPR untuk mengumpulkan masukan dari berbagai kelompok masyarakat dalam proses penyusunan RUU tersebut.
Dia menyoroti minimal dua aspek dalam RUU tersebut. Yadi mengkritik ketentuan yang memberikan wewenang kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyelesaikan perselisihan dalam jurnalisme.
“Sebagai contoh, Pasal 8A huruf q dalam RUU yang dibahas Badan Legislasi DPR pada 27 Maret 2024 menyatakan KPI boleh menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran. Pasal ini tentu akan bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999,” ucap Yadi.
“UU Pers memberi mandat bahwa sengketa pers, dalam Pasal 15 mengenai fungsi-fungsi Dewan Pers itu salah satunya itu adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Selama ini juga penyelesaian kasus pers penyiaran di Dewan Pers,” lanjutnya.
Yadi juga mengangkat masalah larangan penyiaran jurnalistik investigatif yang tercantum dalam RUU tersebut. Dia menyatakan keraguan mengenai dasar dari ketentuan tersebut. Menurutnya, pelarangan itu malah akan memberangus pers.
“Dalam draf rancangan RUU penyiaran ini Pasal 50B ayat 2 isinya melarang menayangkan eksklusif jurnalistik investigasi. Apa dasarnya pelarangan ini, pelarangan ini justru akan memberangus pers,” ucap Yadi.