324 total views
INN NEWS – Publik tanah air dihebohkan dengan PP Nomor 21 tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang diteken Presiden Jokowi baru-baru ini.
Program Tapera dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani dalam keterangan tertulisnya menegaskan, APINDO sudah menolak sejak disahkannya UU BP Tapera.
“Sejak munculnya UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat APINDO dengan tegas telah menolak diberlakukannya UU tersebut,” kata Shinta, mengutip Kmprn Selasa (28/5).
Aturan Tapera terbaru dinilai semakin menambah beban baru, baik pemberi kerja maupun pekerja.
Saat ini, beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24 persen – 19,74 persen dari penghasilan pekerja.
Rinciannya, iuran untuk Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (berdasarkan UU No. 3/1999 Jamsostek) yakni Jaminan Hari Tua 3,7 persen, Jaminan Kematian 0,3 persen, Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24-1,74 persen, dan Jaminan Pensiun 2 persen.
Selain itu, ada juga Jaminan Sosial Kesehatan (berdasarkan UU No.40/2004 SJSN) Jaminan Kesehatan 4 persen. Ada juga iuran Cadangan Pesangon (berdasarkan UU No. 13/2003 Ketenagakerjaan) sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 24/2004 berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar 8 persen.
“Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi Rupiah dan melemahnya permintaan pasar,” kata Shinta.
APINDO dituturkannya terus mendorong penambahan manfaat program MLT BPJS Ketenagakerjaan, sehingga pekerja swasta tidak perlu mengikuti program Tapera dan Tapera sebaiknya diperuntukkan bagi ASN, TNI, Polri.
APINDO disebut telah melakukan diskusi dan koordinasi dengan sejumlah pihak terkait, di antaranya BPJS Ketenagakerjaan dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mempercepat perluasan program MLT bagi kebutuhan perumahan pekerja.
“Dalam diskusi tersebut, khusus pekerja swasta dapat dikecualikan dari Tapera dan mendapatkan fasilitas perumahan dari BP Jamsostek,” pungkasnya.