HomeGlobalBahaya Kerja Sama Prabowo-Xi Jinping untuk Indonesia

Bahaya Kerja Sama Prabowo-Xi Jinping untuk Indonesia

Published on

spot_img

 335 total views

INN INTERNASIONAL – Baru-baru ini Presiden Prabowo Subianto barus aja bertemu Presiden Tiongkok Xi Jinping dan menandatangani sejumlah kesepakatan kerja sama antara kedua negara.

Namun, penandatanganan itu dianggap sebagai kekeliruan.

Mengapa demikian? Penandatangan itu sama saja Indonesia mengakui klaim kedaulatan Tiongkok dekat Laut Natuna yang masih merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.

Menurut Peneliti senior di Pusat Kebijakan Laut Berkelanjutan di Universitas Indonesia, Aristyo Rizka Darmawan seperti diberitakan Media Indonesia, melansir Senin (11/11) mengatakan, kerja sama tersebut justru keliru karena sebenarnya tidak ada tumpang tindih wilayah.

Sebelumnya, situs berita Bloomberg melaporkan Xi dan Prabowo memimpin penandatanganan beberapa dokumen dan nota kesepahaman Sabtu (10/11/2024) kemarin.

Kesepakatan tersebut mencakup pengembangan bersama perikanan dan minyak serta gas di wilayah maritim yang klaimnya tumpang tindih antara kedua negara, serta keselamatan maritim, memperdalam kerja sama dalam ekonomi biru, sumber daya air dan mineral, serta mineral hijau.

“Menurut saya ini agak berbahaya, kebijakan Presiden Jokowi sebelumnya ketika Retno Marsudi menjadi menteri luar negeri, kita nggak pernah mengakui klaim ada overlapping atau bertumpang tindih dengan Tiongkok,” sebutnya.

Aristyo menyebut langkah Prabowo melahirkan permasalahan yang fundamental.

Menurutnya Indonesia seharusnya tidak perlu joint development dengan Tiongkok mengingat tidak pernah ada overlapping claim.

“Ini justru merugikan kita, kita yang punya klaim sah berdasarkan hukum internasional. Kok kita mau joint development dengan Tiongkok yang klaimnya tidak sah berdasarkan hukum internasional? Ini justru merugikan kita,” paparnya.

Ia juga mengatakan kondisi yang terjadi pascapenandatangan sangatlah berbahaya. Pasalnya, Prabowo membuat join agreement dengan dasar yang bertentangan dengan hukum internasional. Hal itu berpotensi merugikan Indonesia.

“Karena kita punya hak berdaulat sepernuhnya terhadap SDA yang ada di Laut Natuna Utara, baik di kolom laut atau minyak dan buminya. Jika kita buat join agreement, artinya kita berbagi dengan Tiongkok padahal mereka tidak punya hak sama sekali,” tegasnya.

Dia menambahkan Indonesia juga menolak istilah perairan terkait atau relevant waters yang digunakan Tiongkok untuk merujuk pada wilayah di sekitar perairan yang mereka klaim di Laut China Selatan.

“Tiongkok tidak punya overlapping claims dengan Indonesia, tapi kita mau buat kesepakatan dan berbagi di wilayah yang mereka klaim secara tidak sah secara hukum internasional. Ini sangat berbahaya,” kritik Aristyo.

Meski berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, Indonesia tidak memiliki sengketa wilayah dengan Tiongkok di perairan tersebut.

“Posisi ini sudah jelas bahwa Indonesia dengan Tiongkok tidak ada tumpang tindih wilayah, karena kita punya legitimate claims berdasarkan hukum internasional tapi itu overlap dengan klaim Tiongkok yang ilegal,” sebutnya.

Klaim historis Beijing soal perairan tersebut menurutnya tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh hukum internasional.

“Ketika kita mengakui punya tumpang tindih wilayah dengan Tiongkok, maka sebenarnya kita mengakui klaim Tiongkok yang tidak berdasarkan hukum Internasional,” pungkasnya.

 

 

 

 

 

Artikel Terbaru

Cuci Tangan Kasmujo di Skripsi Jokowi, Dulu Ngaku Pembimbing Kini Ingkar 

JAKARTA – Isu mengenai keabsahan skripsi mantan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), kembali memanaskan jagat akademik dan politik. 

PSI Buka Pendaftaran Calon Ketum, Jokowi Berpeluang Maju

SOLO - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) resmi membuka pendaftaran calon ketua umum untuk periode selanjutnya, menyusul rencana pergantian Kaesang Pangarep dari posisi tersebut.

KPK dan Polri Masih Terafiliasi Jokowi? Prabowo Diduga Andalkan Kejaksaan yang Dibackup TNI

JAKARTA –Analis politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting menilai bahwa Presiden Prabowo Subianto kini lebih mengandalkan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penegakan hukum ketimbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), yang menurutnya masih dinilai publik terafiliasi dengan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kritik Pedas Gadis Asmat: Mahasiswa Papua Jangan Salahgunakan Beasiswa Negara!

INN NEWS - Desy Boban, seorang mahasiswi asal Asmat yang menempuh pendidikan di IPB University barubaru ini menyampaikan kritik tajam dan emosional lewat media sosialnya. 

artikel yang mirip

Cuci Tangan Kasmujo di Skripsi Jokowi, Dulu Ngaku Pembimbing Kini Ingkar 

JAKARTA – Isu mengenai keabsahan skripsi mantan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), kembali memanaskan jagat akademik dan politik. 

PSI Buka Pendaftaran Calon Ketum, Jokowi Berpeluang Maju

SOLO - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) resmi membuka pendaftaran calon ketua umum untuk periode selanjutnya, menyusul rencana pergantian Kaesang Pangarep dari posisi tersebut.

KPK dan Polri Masih Terafiliasi Jokowi? Prabowo Diduga Andalkan Kejaksaan yang Dibackup TNI

JAKARTA –Analis politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting menilai bahwa Presiden Prabowo Subianto kini lebih mengandalkan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penegakan hukum ketimbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), yang menurutnya masih dinilai publik terafiliasi dengan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).