318 total views
INN NEWS – Indonesia tengah menghadapi tantangan serius dengan tingkat pengangguran tertinggi di ASEAN sebesar 5,2%.
Seperti yang diungkapkan ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Dr. Aviliani,
“Situasi ini mencerminkan adanya masalah struktural dalam perekonomian Indonesia yang diperparah oleh ketidakpastian politik.”
Pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menekankan bahwa krisis kepercayaan akibat isu nepotisme telah menciptakan efek domino yang berbahaya.
“Ketika kepercayaan publik terganggu, dampaknya tidak hanya pada investasi tetapi juga pada fundamental ekonomi secara keseluruhan. Investor menahan diri, pelaku usaha bersikap wait-and-see, dan pada akhirnya penciptaan lapangan kerja terhambat,” jelasnya.
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri dalam forum ekonomi terkini menggaris bawahi pentingnya stabilitas politik bagi pemulihan ekonomi.
“Kita sedang melihat perfect storm, di mana masalah struktural ekonomi bertemu dengan ketidakpastian politik. Tanpa ada pembenahan tata kelola dan transparansi, kita bisa kehilangan momentum pemulihan ekonomi pasca-pandemi.”
Profesor Ekonomi dari Universitas Indonesia, Sri Adiningsih, menyoroti dampak jangka panjang dari situasi ini.
“Ketika kepercayaan publik terganggu dan investasi melambat, yang paling terdampak adalah penciptaan lapangan kerja. Ini bukan hanya soal angka pengangguran 5,2%, tapi juga tentang kualitas pekerjaan yang tercipta. Kita sedang melihat fenomena under-employment yang serius.”
Ekonom senior Bank Dunia untuk Indonesia, Habib Rab, dalam laporannya menyebutkan bahwa Indonesia perlu melakukan reformasi mendasar dalam tata kelola ekonomi dan politik.
“Transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan kebijakan menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan investor dan menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang.”
Ketidakpastian politik yang muncul dari isu nepotisme telah menciptakan sentimen negatif yang berimbas pada keputusan investasi. Para investor, baik domestik maupun asing, cenderung menahan ekspansi bisnis mereka.
Hal ini diperparah dengan meningkatnya persaingan di kawasan ASEAN, di mana negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand mampu menawarkan stabilitas politik dan kepastian hukum yang lebih baik.
Direktur Eksekutif Institute for Economic and Social Research Faculty of Economics University of Indonesia (LPEM FEB UI), Riatu Mariatul Qibthiyyah, menegaskan bahwa Indonesia memerlukan reformasi kebijakan yang komprehensif.
“Kita tidak bisa lagi mengandalkan kebijakan populis jangka pendek. Yang dibutuhkan adalah reformasi struktural yang menyentuh akar permasalahan, mulai dari birokrasi hingga sistem pendidikan.”
Dalam konteks regional, posisi Indonesia sebagai ekonomi terbesar di ASEAN seharusnya menjadi kekuatan untuk menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja berkualitas.
Namun, menurut pengamat ekonomi regional, Vasuki Shastry, “Indonesia sedang menghadapi risiko kehilangan peluang dari reconfiguration rantai pasok global karena isu-isu domestik yang belum terselesaikan.”
Jalan ke depan membutuhkan langkah-langkah strategis yang tidak hanya berfokus pada pemulihan ekonomi, tetapi juga pada penguatan institusi dan tata kelola. Seperti yang disampaikan ekonom senior Iwan Jaya Azis, “Reformasi ekonomi tidak akan berhasil tanpa ada perbaikan dalam sistem politik dan birokrasi. Keduanya harus berjalan beriringan.”
Tanpa adanya penanganan yang serius terhadap krisis kepercayaan ini, Indonesia berisiko mengalami stagnasi ekonomi berkepanjangan.
Pemulihan kepercayaan publik dan investor menjadi prasyarat utama untuk menurunkan tingkat pengangguran dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Seperti yang ditekankan oleh ekonom senior Emil Salim, “Masa depan ekonomi Indonesia bergantung pada kemampuan kita memulihkan kepercayaan dan melakukan reformasi mendasar dalam sistem politik dan ekonomi kita.”
Dalam menghadapi tantangan ini, Indonesia perlu mengambil langkah berani untuk melakukan reformasi struktural, meningkatkan transparansi, dan memulihkan kepercayaan publik.
Hanya dengan pendekatan komprehensif dan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan, Indonesia dapat keluar dari situasi sulit ini dan kembali ke jalur pertumbuhan yang berkelanjutan.
TIM RISET IMADEO