171 total views
INN Internasional – Pendiri Facebook, Mark Zuckerberg secara mengejutkan ungkapkan tekanan besar yang diterima perusahaannya dari pemerintahan Biden-Harris terkait sensor informasi tentang COVID-19 dalam sebuah wawancara.
Mark mengaku bahwa dia diminta untuk menghapus konten yang menurutnya, jujur dan benar terkait efek samping vaksin COVID-19.
“Mereka sangat mendorong kami untuk menghapus hal-hal yang sebenarnya benar. Mereka pada dasarnya berkata, apa pun yang menyatakan vaksin mungkin memiliki efek samping, Anda harus menghapusnya.” kata Mark dalam wawancara tersebut.
Pernyataan ini tentu saja memantik perhatian publik, terutama di tengah perdebatan panjang tentang kebebasan berbicara di media sosial.
Banyak pihak merasa bahwa langkah ini menunjukkan adanya campur tangan pemerintah dalam mengontrol informasi yang beredar di platform digital.
Diketahui isu sensor informasi tentang COVID-19 bukanlah hal baru. Selama pandemi, platform seperti Facebook, Twitter, dan YouTube sering menghadapi kritik karena dianggap terlalu ketat dalam mengatur konten terkait COVID-19, vaksin, dan informasi kesehatan lainnya.
Pemerintah dan organisasi kesehatan global memang beralasan bahwa langkah ini diperlukan untuk mencegah penyebaran hoaks. Namun, pengakuan Mark ini justru membuka sisi lain dari cerita tersebut.
Banyak pihak bertanya-tanya, sejauh mana tekanan yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan teknologi untuk mengontrol narasi publik? Apakah ini semata-mata untuk menjaga stabilitas, atau ada motif politik di baliknya?
Pengungkapan ini disebut menambah panas perdebatan tentang peran media sosial sebagai “penjaga gerbang” informasi di era digital.
Para ahli dan aktivis kebebasan berbicara menyerukan agar perusahaan teknologi lebih transparan dalam mengungkapkan tekanan politikyang mereka alami.