271 total views
INN NEWS – Badan Gizi Nasional (BGN) telah menetapkan standar Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan memanfaatkan potensi lokal.
Baru-baru ini, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan, misalnya ada daerah yang suka makan serangga, maka bisa dijadikan menu untuk daerah itu. Sebab tidak harus semua daerah memiliki sumber protein yang sama.
“Menunya enggak kami tetapkan secara nasional. Di satu daerah banyak telur, lainya ayam atau ikan. Variasinya berbasis sumber daya lokal. Dan mungkin aja ada satu daerah suka makan serangga, belalang, ulat sagu, bisa jadi bagian dari protein,” kata Dadan.
“Itu (serangga) salah satu contoh ya, kalau ada daerah-daerah tertentu yang terbiasa makan seperti itu, itu bisa menjadi menu di situ. Tapi itu contoh bahwa badan gizi ini tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi menetapkan standar komposisi gizi,” tambahnya.
Disebut Dadan, isi protein dalam MBG di berbagai daerah sangat tergantung potensi sumber daya lokal dan kesukaan lokal.
“Karena kalau di daerah yang banyak telur, ya telur lah mungkin mayoritas. Yang banyak ikan, ikan lah yang mayoritas, seperti itu. Sama juga dengan karbohidratnya, kalau orang sudah terbiasa makan jagung, ya karbohidratnya jagung,” papar dia.
Menurutnya, usulan tersebut sebagai contoh bahwa keragaman pangan di Indonesia bisa diakomodir dalam Program MBG.
Dia juga menegaskan bukan kewenangannya untuk menetapkan standar menu nasional.
“Itu contoh ya, contoh bagaimana keragaman pangan itu bisa diakomodir dalam program makan bergizi. Karena badan gizi nasional tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi menetapkan standar komposisi gizi,” ujar Dadan.
Dia menyebut pihaknya akan memastikan kebutuhan kalori setiap murid terpenuhi. Misalnya murid SMA membutuhkan sebesar 700 kalori sementara murid PAUD hanya butuh 360 kalori.
“Menetapkan pemenuhan kebutuhan kalori untuk setiap tahapan perkembangan anak. Jadi menu itu harus berisi 30 persen protein, 40 persen karbohidrat, 30 persen serat,” pungkasnya.