386 total views
INN NEWS – Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia, telah menjadi figur sentral dalam dinamika pengelolaan perusahaan milik negara sejak menjabat pada 2019.
Namanya kerap dikaitkan dengan upaya transformasi BUMN, namun juga tak luput dari sorotan publik terkait berbagai kasus korupsi besar-besaran yang mencuat di bawah pengawasannya.
Menariknya, di tengah bayang-bayang isu tersebut, Erick justru kini menduduki posisi strategis sebagai Ketua Dewan Pengawas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), sebuah lembaga baru yang diluncurkan pada 24 Februari 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto.
Kasus Korupsi di BUMN: Beban Berat Erick Thohir
Selama masa kepemimpinannya, Erick Thohir menghadapi tantangan berat dengan terungkapnya sejumlah kasus korupsi di perusahaan-perusahaan BUMN. Salah satu yang paling mencolok adalah kasus korupsi di PT Duta Palma Group, di mana Kejaksaan Agung menyita aset senilai miliaran rupiah.
Erick sendiri menyatakan bahwa Kementerian BUMN akan berkolaborasi dengan Kejaksaan Agung untuk menjaga aset sitaan tersebut agar tetap bernilai dan tidak merugikan karyawan yang tidak terlibat.
“Tindak pidana korupsi harus ditegakkan, tapi perlindungan aset yang bermanfaat bagi negara dan masyarakat tetap terjaga,” ujarnya pada 18 Februari 2025.
Selain itu, kasus-kasus lain seperti dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia dan PT Asuransi Jiwasraya juga menjadi noda dalam catatan kepemimpinannya.
Meski Erick kerap menegaskan komitmennya memberantas korupsi dengan merombak direksi dan komisaris perusahaan bermasalah—seperti yang dilakukannya di PT Len Industri pada 21 Februari 2025—kritik tetap mengalir.
Banyak pihak mempertanyakan efektivitas pengawasan di bawah kendalinya, mengingat skala kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah.
Danantara: Langkah Baru di Tengah Kontroversi
Di tengah sorotan tersebut, Erick Thohir justru mendapat peran baru yang signifikan. Pada 24 Februari 2025, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) resmi diluncurkan sebagai bagian dari transformasi BUMN yang diinisiasi melalui UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU BUMN.
Danantara, yang mengelola aset BUMN senilai lebih dari Rp 14.000 triliun, menempatkan Erick sebagai Ketua Dewan Pengawas, sementara Menteri Investasi Rosan Roeslani ditunjuk sebagai Kepala Badan Pelaksana.
Pendirian Danantara sendiri bukan tanpa kontroversi. Sejumlah kalangan menduga bahwa gagasan awal lembaga ini dimaksudkan untuk menggantikan peran Kementerian BUMN sepenuhnya, sebuah rencana yang konon ditolak keras oleh Erick.
Revisi UU BUMN akhirnya menemukan titik tengah, di mana Erick tetap mempertahankan pengaruhnya sebagai Menteri BUMN sekaligus mengawasi Danantara. “Ini adalah langkah strategis untuk percepatan investasi dan mendukung visi Indonesia Emas 2045,” kata Erick saat peluncuran, menegaskan bahwa Danantara akan mengoptimalkan pengelolaan dividen dan aset BUMN.
Posisi Baru, Pertanyaan Lama
Kenaikan Erick ke jajaran petinggi Danantara memunculkan beragam reaksi. Di satu sisi, pendukungnya memuji langkah ini sebagai bukti kepercayaan Presiden Prabowo terhadap kapabilitasnya dalam mengelola aset negara. Transformasi BUMN yang digaungkannya—termasuk rencana penggabungan tujuh BUMN Karya menjadi satu entitas—dianggap sebagai fondasi bagi peran barunya.
Namun, di sisi lain, publik bertanya-tanya: bagaimana Erick bisa dipercaya mengelola dana sebesar itu sementara kasus-kasus korupsi di BUMN belum sepenuhnya tuntas?
Kritik juga muncul dari media sosial, dengan beberapa pengguna X menyuarakan kekhawatiran atas potensi penyalahgunaan wewenang.
“Satu orang mengelola dana segitu besarnya… bisa bikin orang tergiur,” tulis salah satu akun, menyerukan pengawasan ketat dari KPK dan BPK.
Meski demikian, Erick tampaknya tak gentar. Ia terus menegaskan bahwa Danantara akan beroperasi dengan tata kelola yang akuntabel, sesuai amanat UU BUMN yang baru.
Quo Vadis Erick Thohir?
Posisi Erick Thohir saat ini adalah paradoks menarik: seorang pemimpin yang di satu sisi dipuji atas visi transformasinya, namun di sisi lain terus dihantui bayang-bayang korupsi di BUMN.
Sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara, ia kini memegang kendali atas aset yang nilainya jauh melampaui anggaran Kementerian BUMN itu sendiri. Apakah langkah ini akan menjadi pembuktian bahwa ia mampu membawa BUMN ke era baru, atau justru memperdalam skeptisisme publik terhadap integritasnya? Hanya waktu yang akan menjawab.
Yang jelas, di tengah sorotan dan ekspektasi tinggi, Erick Thohir tetap melangkah maju—dari pusaran kasus korupsi menuju kursi strategis di Danantara, dengan misi mengelola kekayaan negara untuk generasi mendatang.
Namun, tantangan terbesarnya kini bukan hanya mengelola aset, melainkan juga membangun kembali kepercayaan publik yang sempat terguncang.