176 total views
INN NEWS – Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur telah menjadi salah satu proyek ambisius pemerintah Indonesia untuk menciptakan pusat pemerintahan baru yang modern, berkelanjutan, dan berbasis teknologi.
Sejak groundbreaking pertama kali digelar pada tahun 2021, diikuti oleh serangkaian seremoni peletakan batu pertama hingga 2024, harapan besar disematkan pada proyek ini.
Namun, hingga Maret 2025, kemajuan fisik IKN tampak melambat, bahkan dianggap “mandek” oleh sebagian pihak. Apa yang menyebabkan hal ini terjadi?
1. Minimnya Realisasi Investasi
Salah satu alasan utama mengapa pembangunan IKN tersendat adalah minimnya realisasi investasi dari pihak swasta.
Otorita IKN telah menggelar delapan kali groundbreaking sepanjang 2023-2024 dengan total nilai investasi yang dijanjikan mencapai Rp 58,4 triliun. Namun, banyak dari komitmen tersebut masih berupa janji tanpa tindak lanjut pembangunan konkret.
Pemerintah memberikan tenggat waktu 1,5 tahun bagi investor untuk memulai konstruksi setelah groundbreaking, tetapi hingga kini, banyak proyek belum menunjukkan progres signifikan.
Deputi Pendanaan dan Investasi Otorita IKN, Agung Wicaksono, pernah menyatakan bahwa komunikasi dengan investor terus dilakukan untuk memastikan kepastian waktu pembangunan, namun hasilnya belum optimal.
2. Tantangan Administrasi dan Regulasi
Proses administrasi yang kompleks menjadi hambatan lain. Meskipun pemerintah telah membentuk Otorita IKN untuk mempercepat pengelolaan proyek, investor masih menghadapi tantangan dalam hal perizinan, kepastian hak pengelolaan tanah, dan koordinasi antarinstansi.
Sony, Komisaris PT Semen Indonesia, dalam wawancara dengan Tempo pada Februari 2025, menyebutkan bahwa kendala utama para investor hanyalah “seputar administrasi.” Ketidakjelasan status tanah dan prosedur birokrasi yang berbelit-belit membuat banyak perusahaan menunda langkah nyata setelah seremoni simbolis.
3. Efisiensi Anggaran Pemerintah
Kebijakan efisiensi anggaran yang digaungkan pada 2025 juga turut memengaruhi laju pembangunan IKN.
Dengan total kebutuhan dana Rp 466 triliun hingga 2045, pemerintah tidak bisa mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepenuhnya.
Awalnya, pembangunan tahap pertama yang ditargetkan selesai pada 2024 membutuhkan Rp 110 triliun, tetapi realitasnya, dana yang tersedia dari APBN jauh lebih kecil, hanya sekitar Rp 12 triliun pada 2022.
Ketergantungan pada investasi swasta menjadi krusial, namun ketika investor belum bergerak, proyek pun tersendat.
4. Jeda Waktu yang Direncanakan
Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, menegaskan bahwa keterlambatan ini bukan sepenuhnya karena stagnasi. Ada kesepakatan antara pemerintah dan investor untuk memberikan jeda 1,5 tahun sejak groundbreaking sebelum konstruksi dimulai.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan waktu bagi perencanaan matang dan penyediaan sumber daya.
Misalnya, enam bank besar seperti BCA, BNI, dan Mandiri baru akan memulai pembangunan setelah Lebaran 2025, dengan target operasional pada 2026. Namun, jeda ini sering disalahartikan sebagai kemacetan oleh publik yang mengharapkan hasil instan.
5. Sentimen Publik dan Ketidakpastian Politik
Minimnya progres juga memunculkan sentimen negatif di kalangan masyarakat. Video yang beredar di media sosial pada Februari 2025 menunjukkan kondisi IKN yang tampak kurang terawat pasca-peresmian Oktober 2024, memicu pertanyaan apakah IKN akan menjadi “The Next Hambalang”—proyek besar yang mangkrak.
Ketidakpastian politik pasca-transisi kepemimpinan nasional juga berpotensi memengaruhi kepercayaan investor, meskipun para pengusaha, seperti yang disampaikan Sekretaris Forum Komunikasi Pengusaha IKN Theresia Rustandi, masih mendukung program ini.