558 total views
INN NEWS – Kenaikan pangkat Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya dari Mayor menjadi Letnan Kolonel (Letkol) baru-baru ini menjadi sorotan publik dan menuai kontroversi.
Keputusan ini, yang resmi diumumkan melalui Surat Perintah Nomor Sprin/674/II/2025 oleh Markas Besar TNI Angkatan Darat (AD), mendapat kritik tajam dari Anggota Komisi I DPR, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, yang menyebut proses tersebut “janggal” dan tidak sesuai dengan aturan biasa di lingkungan militer.
Teddy Indra Wijaya, yang sebelumnya dikenal sebagai ajudan Menteri Pertahanan dan Presiden Prabowo Subianto, kini menjabat sebagai Seskab dalam Kabinet Merah Putih.
Kenaikan pangkatnya dari Mayor Infanteri menjadi Letkol Infanteri tertuang dalam Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/238/II/2025, yang diteken pada 25 Februari 2025.
Proses ini dikategorikan sebagai Kenaikan Pangkat Reguler Percepatan (KPRP), sebuah istilah yang tampaknya baru bagi sebagian kalangan, termasuk TB Hasanuddin sendiri.
Sorotan TB Hasanuddin: Aturan Dilanggar?
TB Hasanuddin, yang memiliki pengalaman panjang sebagai perwira tinggi TNI, mempertanyakan prosedur kenaikan pangkat Teddy. Menurutnya, dalam tradisi militer, kenaikan pangkat reguler biasanya dilakukan dua kali setahun, yakni pada 1 April dan 1 Oktober.
Pengecualian hanya berlaku untuk perwira tinggi atau dalam kasus Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB), yang diberikan atas prestasi luar biasa, seperti keberanian di medan pertempuran.
Namun, Teddy, yang kini bertugas di ranah sipil sebagai Seskab, tampaknya tidak memenuhi kriteria tersebut.
“Kenaikan pangkat untuk Mayor Teddy menjadi Letkol itu sepertinya tidak sesuai dengan aturan yang biasa,” ujar Hasanuddin pada Jumat (7/3/2025).
Ia juga mengaku baru mendengar istilah KPRP dan mempertanyakan apakah mekanisme ini berlaku khusus untuk Teddy atau untuk seluruh prajurit TNI secara umum. “Lalu, kenaikan pangkat reguler percepatan ini hanya berlaku untuk Mayor Teddy, atau bagaimana? Ini perlu dijelaskan,” tambahnya.
Hasanuddin menekankan pentingnya transparansi dalam proses kenaikan pangkat di lingkungan TNI. Menurutnya, keterbukaan diperlukan agar publik tidak mempertanyakan integritas dan objektivitas institusi militer. “Jangan sampai ada persepsi bahwa ini adalah privilege tertentu,” tegasnya.
Polemik dan Pertanyaan Publik
Polemik ini bukan hanya soal aturan teknis, tetapi juga menyangkut persepsi publik terhadap keadilan dan meritokrasi di TNI.
Jika KPRP memang mekanisme resmi, mengapa baru muncul dalam kasus Teddy? Apakah ini bagian dari kebijakan baru, atau hanya pengecualian untuk individu tertentu? Hingga kini, belum ada penjelasan rinci dari TNI yang dapat meredam keraguan tersebut.
Sementara itu, Teddy sendiri belum memberikan komentar resmi terkait kontroversi ini. Publik kini menanti klarifikasi lebih lanjut dari pihak TNI maupun pemerintah untuk memastikan bahwa kenaikan pangkat ini bukan sekadar “tabrak aturan”, melainkan proses yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tanpa transparansi, isu ini berpotensi terus menjadi bola liar di tengah masyarakat.