HomeTrendingKekuasaan Otoriter TNI Saat Orde Baru yang Tak Boleh Terulang

Kekuasaan Otoriter TNI Saat Orde Baru yang Tak Boleh Terulang

Published on

spot_img

 434 total views

INN NEWS – DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI menjadi undang-undang.

RUU tersebut disahkan saat terjadi aksi penolakan di masyarakat lantaran kekuatiran terhadap dwifungsi TNI saat Orde Baru terulang kembali.

Masa Orde Baru (1966-1998) di bawah kepemimpinan Soeharto menjadi periode di mana Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki peran yang sangat dominan, tidak hanya sebagai kekuatan militer, tetapi juga sebagai alat kekuasaan politik yang otoriter.

Fungsi TNI saat itu melampaui tugas utamanya untuk menjaga keamanan negara, dan justru menjadi instrumen utama untuk mempertahankan stabilitas rezim.

Ada beberapa aspek dari peran otoriter TNI pada masa itu yang perlu dicermati agar tidak terulang di era demokrasi saat ini.

Pertama, TNI menjalankan dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), sebuah doktrin yang memberikan legitimasi kepada militer untuk berperan ganda, yaitu sebagai kekuatan pertahanan sekaligus aktor sosial-politik.

Melalui dwifungsi ini, TNI masuk ke dalam berbagai lini kehidupan sipil, mulai dari menduduki jabatan di legislatif, eksekutif, hingga birokrasi. Hal ini menciptakan dominasi militer yang menekan ruang gerak masyarakat sipil dan membatasi kebebasan berpendapat.

Kedua, TNI menjadi alat represi untuk membungkam kritik terhadap pemerintah. Berbagai operasi militer, seperti di Aceh, Papua, dan Timor Timur, sering kali disertai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, termasuk penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, hingga pembunuhan.

Selain itu, TNI juga digunakan untuk mengendalikan demonstrasi dan menekan gerakan mahasiswa atau kelompok oposisi yang dianggap mengancam kekuasaan Orde Baru.

Ketiga, melalui struktur komando teritorial yang kuat, seperti Kodam, Korem, hingga Koramil, TNI memiliki kontrol langsung atas kehidupan masyarakat di tingkat lokal.

Struktur ini memungkinkan militer untuk mengawasi aktivitas warga, memengaruhi pemilihan umum, dan memastikan loyalitas terhadap rezim Soeharto.

Akibatnya, TNI lebih berfungsi sebagai penjaga kepentingan penguasa ketimbang pelindung rakyat.

Fungsi otoriter ini meninggalkan bekas yang dalam, termasuk trauma kolektif dan ketidakpercayaan terhadap institusi militer.

Pasca-Reformasi 1998, TNI mulai dipisahkan dari politik melalui penghapusan dwifungsi ABRI dan penguatan supremasi sipil.

Namun, bayang-bayang masa lalu ini tetap menjadi pengingat bahwa militer tidak boleh lagi menjadi alat kekuasaan otoriter.

Di era demokrasi, TNI harus fokus pada tugas profesionalnya: menjaga kedaulatan negara dan melindungi rakyat, bukan mengendalikan mereka.

Agar sejarah kelam ini tidak terulang, penting untuk terus memperkuat kontrol sipil atas militer, memastikan akuntabilitas dalam setiap tindakan TNI, dan menegakkan HAM sebagai landasan utama.

Hanya dengan demikian, TNI dapat menjadi pilar negara yang sejati, bukan bayang-bayang otoritarianisme masa lalu.

 

 

 

 

Artikel Terbaru

Prabowo utus Jokowi ke Pemakaman Paus: Politisasi dan Langgar Etika Diplomatik

JAKARTA -  Keputusan Presiden Prabowo Subianto mengutus mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu perwakilan Indonesia untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan pada 26 April 2025 menuai polemik.

Kontroversi Usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional: Dinilai Melecehkan Reformasi 

INN NEWS - Usulan untuk menetapkan mantan Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto, sebagai pahlawan nasional kembali memicu polemik di tengah masyarakat. 

Wapres Bicara Bonus Demografi, Videonya Tuai Dislike Puluhan Ribu, Akhirnya Disembunyikan

JAKARTA - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, baru-baru ini mengunggah video berjudul “Generasi Muda, Bonus Demografi dan Masa Depan Indonesia” di kanal YouTube pribadinya pada 19 April 2025.

Pemerintah Target di Atas 5%, tapi IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Hanya 4,7% di 2025-2026

INN NEWS - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam laporan terbarunya, World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025. 

artikel yang mirip

Prabowo utus Jokowi ke Pemakaman Paus: Politisasi dan Langgar Etika Diplomatik

JAKARTA -  Keputusan Presiden Prabowo Subianto mengutus mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu perwakilan Indonesia untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan pada 26 April 2025 menuai polemik.

Kontroversi Usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional: Dinilai Melecehkan Reformasi 

INN NEWS - Usulan untuk menetapkan mantan Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto, sebagai pahlawan nasional kembali memicu polemik di tengah masyarakat. 

Wapres Bicara Bonus Demografi, Videonya Tuai Dislike Puluhan Ribu, Akhirnya Disembunyikan

JAKARTA - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, baru-baru ini mengunggah video berjudul “Generasi Muda, Bonus Demografi dan Masa Depan Indonesia” di kanal YouTube pribadinya pada 19 April 2025.