160 total views
INN NEWS – Robert Kiyosaki, penulis buku terkenal Rich Dad Poor Dad, telah berulang kali memperingatkan tentang kemungkinan “kejatuhan saham terbesar dalam sejarah” yang akan segera terjadi.
Prediksi ini bukan hal baru dari Kiyosaki, yang dikenal dengan pandangan kontroversialnya tentang ekonomi dan investasi.
Ia sering menyatakan bahwa pasar saham, obligasi, dan real estate berada di ambang kehancuran besar, yang menurutnya akan dipicu oleh faktor-faktor seperti utang nasional yang membengkak, kebijakan moneter yang tidak berkelanjutan, dan hilangnya kepercayaan terhadap mata uang fiat seperti dolar AS.
Salah satu prediksi terbarunya yang spesifik menyebutkan bahwa kejatuhan ini bisa terjadi sekitar Februari 2025, sebagaimana ia sampaikan dalam postingan di akun X-nya pada Januari 2025. Kiyosaki mengklaim bahwa krisis ini akan menyebabkan penjualan besar-besaran aset seperti mobil, rumah, saham, dan obligasi.
Namun, ia juga melihat peluang di tengah kekacauan tersebut, menyarankan investor untuk beralih ke aset seperti emas, perak, dan Bitcoin, yang menurutnya akan melonjak nilainya setelah pasar tradisional runtuh.
Meski begitu, prediksi Kiyosaki harus dilihat dengan hati-hati. Sejarah menunjukkan bahwa tidak semua ramalannya menjadi kenyataan.
Misalnya, ia pernah memprediksi kehancuran pasar pada Oktober 2021 akibat krisis Evergrande di China, tetapi pasar saham global tidak mengalami kehancuran seperti yang ia perkirakan.
Demikian pula, prediksinya tentang keruntuhan properti di California Selatan pada 2017 tidak terwujud, karena harga properti justru terus naik.
Di sisi lain, ia pernah tepat meramalkan gejolak ekonomi seperti krisis Lehmann Brothers 2008, yang memberi bobot pada beberapa peringatannya.
Saat ini, pada 8 April 2025, belum ada tanda-tanda konkret bahwa “kejatuhan saham terbesar dalam sejarah” akan segera terjadi dalam waktu dekat.
Pasar saham global memang mengalami fluktuasi, tetapi belum ada indikator yang secara pasti mendukung skenario kehancuran sebesar yang digambarkan Kiyosaki.
Pandangannya lebih mencerminkan kekhawatiran jangka panjang tentang stabilitas ekonomi global ketimbang kepastian jangka pendek.
Bagi yang mengikuti sarannya, ia menekankan pentingnya literasi keuangan dan kesiapan menghadapi ketidakpastian, sembari tetap optimis bahwa krisis bisa menjadi peluang bagi mereka yang bersiap.