HomeTrendingPemerintah Target di Atas 5%, tapi IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI...

Pemerintah Target di Atas 5%, tapi IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Hanya 4,7% di 2025-2026

Published on

spot_img

 280 total views

INN NEWS – Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam laporan terbarunya, World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025.

Dalam laporan tersebut, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan mencapai angka 5% baik pada tahun 2025 maupun 2026, melainkan hanya sebesar 4,7% untuk kedua tahun tersebut.

Angka ini mencerminkan tantangan ekonomi global dan domestik yang dihadapi Indonesia di tengah ketidakpastian kebijakan perdagangan internasional serta perlambatan ekonomi di beberapa wilayah.

Latar Belakang Proyeksi IMF

Proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 4,7% ini lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya dan menunjukkan penurunan dari capaian pertumbuhan Indonesia pada 2024, yang tercatat sebesar 5,03% menurut data resmi.

Revisi ini sejalan dengan pandangan IMF mengenai pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan hanya mencapai 2,8% pada 2025 dan 3% pada 2026, tertekan oleh eskalasi ketegangan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan global.

Menurut IMF, faktor utama yang memengaruhi proyeksi pertumbuhan Indonesia adalah melemahnya daya beli masyarakat, khususnya di kalangan kelompok berpenghasilan menengah ke bawah.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa konsumsi rumah tangga yang lemah menjadi salah satu penyebab utama perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, ketidakpastian kebijakan perdagangan global, terutama akibat pengenaan tarif oleh Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump, turut memberikan tekanan pada ekspor Indonesia.

Tantangan Ekonomi Indonesia

Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang memengaruhi kinerja ekonominya.

Pertama, perlambatan ekonomi di negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, yang diproyeksikan tumbuh hanya 4,5% pada 2025, berdampak pada permintaan ekspor komoditas Indonesia.

Kedua, kenaikan harga pangan dan energi akibat gangguan rantai pasok global turut memperburuk tekanan inflasi domestik, yang diperkirakan tetap berada di kisaran 4,2% pada 2025 secara global.

Di sisi domestik, konsumsi rumah tangga yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah akibat kenaikan harga barang kebutuhan pokok dan terbatasnya daya beli.

Selain itu, investasi asing langsung (FDI) belum sepenuhnya pulih ke level sebelum pandemi, meskipun reformasi legislatif terkait kemitraan publik-swasta (public-private partnerships) diharapkan dapat mendorong investasi infrastruktur.

Perbandingan dengan Proyeksi Lain

Proyeksi IMF ini lebih pesimistis dibandingkan dengan perkiraan beberapa lembaga lain.

Misalnya, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,2% pada 2025, sementara World Bank memperkirakan pertumbuhan di kisaran 4,9-5,1%.

Pemerintah Indonesia sendiri menetapkan target pertumbuhan yang lebih ambisius, yakni di atas 5%, dengan harapan stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang akomodatif dapat mendorong aktivitas ekonomi.

Namun, IMF memperingatkan bahwa risiko penurunan masih besar. Ketegangan perdagangan global, khususnya tarif baru yang diberlakukan oleh AS, dapat mengurangi pertumbuhan perdagangan dunia menjadi hanya 1,7% pada 2025, jauh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

Hal ini berpotensi mengganggu ekspor Indonesia, terutama untuk komoditas seperti minyak sawit, batubara, dan nikel.

Langkah Kebijakan yang Diperlukan

Untuk mengatasi tantangan ini, IMF merekomendasikan sejumlah langkah kebijakan.

Pertama, pemerintah perlu memperkuat kebijakan fiskal yang berkelanjutan untuk membangun cadangan fiskal guna menghadapi guncangan ekonomi.

Kedua, Bank Indonesia diharapkan melanjutkan kebijakan moneter yang hati-hati untuk menjaga stabilitas harga, terutama di tengah tekanan inflasi global.

Ketiga, reformasi struktural, termasuk perbaikan regulasi bisnis dan tata kelola, dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing ekonomi Indonesia.

 

Artikel Terbaru

Cuci Tangan Kasmujo di Skripsi Jokowi, Dulu Ngaku Pembimbing Kini Ingkar 

JAKARTA – Isu mengenai keabsahan skripsi mantan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), kembali memanaskan jagat akademik dan politik. 

PSI Buka Pendaftaran Calon Ketum, Jokowi Berpeluang Maju

SOLO - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) resmi membuka pendaftaran calon ketua umum untuk periode selanjutnya, menyusul rencana pergantian Kaesang Pangarep dari posisi tersebut.

KPK dan Polri Masih Terafiliasi Jokowi? Prabowo Diduga Andalkan Kejaksaan yang Dibackup TNI

JAKARTA –Analis politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting menilai bahwa Presiden Prabowo Subianto kini lebih mengandalkan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penegakan hukum ketimbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), yang menurutnya masih dinilai publik terafiliasi dengan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kritik Pedas Gadis Asmat: Mahasiswa Papua Jangan Salahgunakan Beasiswa Negara!

INN NEWS - Desy Boban, seorang mahasiswi asal Asmat yang menempuh pendidikan di IPB University barubaru ini menyampaikan kritik tajam dan emosional lewat media sosialnya. 

artikel yang mirip

Cuci Tangan Kasmujo di Skripsi Jokowi, Dulu Ngaku Pembimbing Kini Ingkar 

JAKARTA – Isu mengenai keabsahan skripsi mantan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), kembali memanaskan jagat akademik dan politik. 

PSI Buka Pendaftaran Calon Ketum, Jokowi Berpeluang Maju

SOLO - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) resmi membuka pendaftaran calon ketua umum untuk periode selanjutnya, menyusul rencana pergantian Kaesang Pangarep dari posisi tersebut.

KPK dan Polri Masih Terafiliasi Jokowi? Prabowo Diduga Andalkan Kejaksaan yang Dibackup TNI

JAKARTA –Analis politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting menilai bahwa Presiden Prabowo Subianto kini lebih mengandalkan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penegakan hukum ketimbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), yang menurutnya masih dinilai publik terafiliasi dengan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).