597 total views
INN NEWS – Pada 17 Juni 2025, Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, mengunggah sebuah postingan di platform X yang mencoba menjelaskan dan membenarkan keputusan terkait sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara.
Postingan tersebut, yang berisi video dan narasi panjang, tampaknya bertujuan untuk membela diri dan mengalihkan perhatian dari kritik yang mengiringi keputusan tersebut.
Namun, respon negatif dari masyarakat dan netizen menunjukkan bahwa upaya Bobby untuk membangun narasi baru tidak sepenuhnya berhasil.
Narasi Bobby Nasution: Sejarah Panjang dan Keputusan Pusat
Dalam postingannya, Bobby Nasution menyorot sejarah panjang sengketa empat pulau—Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan—yang akhirnya diputuskan masuk ke wilayah administratif Aceh pada 2025.
Ia menegaskan bahwa keputusan ini bukanlah hasil dari otoritas provinsi, melainkan keputusan pemerintah pusat yang dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.
Bobby juga mencoba memberikan konteks historis, menyebutkan bahwa pulau-pulau tersebut sebenarnya sudah masuk wilayah Aceh sejak 1992 berdasarkan peta topografi TNI Angkatan Darat tahun 1978.
Bobby mengakui bahwa ada kesalahan administrasi yang terjadi sejak 2008, ketika pulau-pulau tersebut secara tidak benar dimasukkan ke dalam wilayah Sumatera Utara.
Ia bahkan menyebutkan posisinya saat itu—masih duduk di bangku SMA—sebagai cara untuk menegaskan bahwa ia tidak terlibat langsung dalam kesalahan tersebut. Namun, narasi ini justru menuai kritik karena dianggap sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab.
Kritik dan Respon Negatif
Respon negatif terhadap postingan Bobby Nasution muncul dari berbagai pihak, termasuk netizen dan tokoh masyarakat.
Banyak yang menilai bahwa Bobby mencoba membangun narasi untuk melindungi dirinya dan keluarganya, terutama mengingat hubungan keluarganya dengan mantan Presiden Joko Widodo, yang juga disebut-sebut terlibat dalam isu ini.
Kritik tajam datang dari akun seperti @Dahriwelah, yang menyinggung minimnya literasi di kalangan keluarga Bobby dan Jokowi, serta
@susanjun06, yang menyebut Bobby sebagai “musuh” bagi masyarakat Aceh.
Netizen juga menyoroti upaya Bobby untuk meminta masyarakat Sumatera Utara menerima keputusan ini “dengan lapang dada.”
Frasa ini dianggap ironis, terutama karena banyak yang berpendapat bahwa justru Bobby dan keluarganya yang seharusnya menerima konsekuensi dari keputusan ini.
Akun @HalomoanHa91790, misalnya, menegaskan bahwa tidak ada tekanan dari masyarakat Sumatera Utara untuk menguasai pulau-pulau tersebut, sehingga Bobby seharusnya tidak perlu membuat narasi seolah-olah rakyat Sumatera Utara yang disalahkan.
Upaya Membela Diri dan Alihkan Perhatian
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa Bobby Nasution mencoba membela diri dengan menyorot peran pemerintah pusat dan sejarah panjang sengketa ini.
Ia juga menyebutkan bahwa ia baru menjabat sebagai pejabat publik pada 2022, sehingga ia tidak bisa disalahkan atas kesalahan administrasi sebelumnya.
Namun, strategi ini dianggap oleh banyak pihak sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari fakta bahwa keputusan ini berdampak signifikan pada hubungan antarprovinsi dan potensi konflik di masa depan.
Selain itu, Bobby juga mencoba membangun narasi kebersamaan dengan mengajak masyarakat Sumatera Utara dan Aceh untuk menjaga harmoni.
Ia menekankan bahwa Aceh adalah “saudara dan tetangga kita,” dan meminta masyarakat tidak terprovokasi oleh narasi yang memecah belah. Namun, upaya ini justru ditanggapi sinis oleh sebagian netizen, yang merasa bahwa Bobby lebih fokus pada citra daripada solusi konkret.
Implikasi Politik dan Sosial
Respon negatif terhadap Bobby Nasution tidak hanya menunjukkan ketidakpuasan masyarakat terhadap keputusan ini, tetapi juga menggambarkan tantangan politik yang dihadapi oleh figur publik yang dekat dengan keluarga Jokowi.
Kritik terhadap Bobby sering kali melibatkan tuduhan nepotisme dan kurangnya kompetensi, terutama mengingat latar belakangnya yang lebih dikenal sebagai menantu Jokowi daripada tokoh independen.
Dalam konteks ini, postingan Bobby Nasution dapat dilihat sebagai upaya untuk mengelola narasi publik di tengah tekanan yang semakin besar.
Namun, respon negatif yang massif menunjukkan bahwa masyarakat tidak mudah dibujuk oleh narasi yang dibangun, terutama ketika isu ini menyangkut kedaulatan wilayah dan hubungan antarprovinsi.
Upaya Bobby Nasution untuk membela diri dan membangun narasi baru terkait sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara menuai respon negatif yang signifikan.
Kritik dari masyarakat dan netizen menunjukkan bahwa narasi yang dibangun Bobby dianggap sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab dan mengalihkan perhatian dari isu inti.
Dalam konteks politik dan sosial yang semakin kompleks, Bobby Nasution harus menghadapi tantangan besar untuk memperbaiki citra dan menanggapi aspirasi masyarakat dengan lebih efektif.


