286 total views
JAKARTA – Belakangan ini, Indonesia menghadapi serangan siber berupa virus ransomware yang melumpuhkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
Akibatnya, 239 layanan instansi terdampak, termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Unit Layanan Terpadu (ULT) Kemendikbudristek melalui postingan Instagram resminya @ult.kemdikbud mengumumkan bahwa 47 domain layanan Kemendikbudristek terdampak gangguan pada PDN.
Domain-domain ini termasuk Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE), Beasiswa Pendidikan, dan pelayanan perizinan film, yang hingga saat ini belum bisa diakses.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Letnan Jenderal (Purnawirawan) Hinsa Siburian, mengkritik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai pengelola pusat data. BSSN, yang disorot terkait cadangan data, tampaknya melempar masalah tersebut ke Kominfo.
Kepala BSSN, Hinsa Siburian, awalnya mengatakan bahwa ada kekurangan dalam pengelolaan data, yang menyebabkan pemerintah tidak memiliki cadangan data setelah PDN diretas.
“Jadi itu yang mau saya sampaikan tadi kita ada kekurangan di tata kelola, kita memang akui itu, dan itu yang kita laporkan juga karena kami diminta untuk apa saja masalah kok bisa terjadi itu salah satu yang kita laporkan juga, Pak,” kata Hinsa di rapat kerja Komisi I di Gedung DPR, Senayan, Kamis (27/6).
Pernyataan tersebut mendapat kritik keras dari Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid. Ia mengkritik keras Kominfo dan BSSN karena tidak memiliki cadangan data setelah server Pusat Data Nasional (PDN) diretas oleh ransomware.
Menurutnya, masalahnya bukan pada tata kelola, tetapi pada kesalahan besar dalam pengelolaan.
“Intinya jangan lagi bilang tata kelola, karna ini bukan soal tata kelola. Ini masalah kebodohan, punya data nasional tidak ada satupun back up berarti kan?,” ucap Meutya Hafid di Gedung DPR.