138 total views
SOLO – Nama Gielbran pertama kali mencuat saat ia memberikan kritik keras terhadap Jokowi dengan membuat poster bertuliskan “Jokowi, alumni UGM yang paling memalukan”.
Kritik ini diikuti dengan berbagai serangan lain terhadap pemerintahan Jokowi, yang dinilainya tidak konsisten dalam memperjuangkan demokrasi di Indonesia.
Namun apa sebenarnya alasan dibalik kritik tajam yang ia berikan kepada Jokowi?
Dalam wawancaranya di program Pojok Demokrasi di kanal YouTube BMTV, sebelumnya Gielbran menjelaskan beberapa hal terkait keputusannya untuk bergabung sebagai Wakil Harian di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Ia menekankan pentingnya memahami nilai-nilai partai politik, bukan sekadar soal dukungan. Menurutnya, PKB memiliki komitmen yang menjadi salah satu pertimbangan penting dalam keputusan tersebut.
Selain itu, Gielbran juga menanggapi isu kedekatannya dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Anies Baswedan, yang kerap muncul karena kritiknya terhadap Presiden Joko Widodo.
Ia membantah tegas isu tersebut.
“Saya tidak ada kaitan sama sekali dengan PKS. Kalau dibilang dekat dengan Mas Anies, saya juga dekat dengan Mas Ganjar, sama alumni-alumni lainnya. Jadi, saya rasa pernyataan itu tidak intelektual,” jelasnya.
Saat menyampaikan alasannya yang konsisten dalam memberikan kritik, Gielbran mengutip pemikiran dari Robertus Robet, seorang penulis dan cendekiawan dari Universitas Negeri Jakarta, yang menyatakan bahwa pemerintahan saat ini menjalankan demokrasi otoritarian semu.
Menurutnya, meski tidak secara terang-terangan otoriter seperti di era Orde Baru, rezim Jokowi menggunakan infrastruktur yang ada, seperti buzzer dan disinformasi, untuk menekan demokrasi.
Tak hanya itu, Gielbran juga mengkritik kegagalan pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Ia mengomentari langkah Jokowi yang mengusulkan penyelesaian kasus HAM tanpa jalur yudisial.
“Kalo pak Jokowi kemarin sempat memberikan ide penyelesaian ham tanpa jalur yudisial, kalo saya ngobrol dengan beberapa aktifis ham, ini seperti larinya rezim terhadap tanggung jawab mereka menuntaskan kasus-kasus ham” ucap mantan Ketua BEM KM UGM tersebut.
Selain kritik soal HAM, Gielbran juga menyoroti pernyataan Jokowi yang menyebut bahwa pemberantasan korupsi menjadi menghambat dalam Pembangunan di Indonesia.
“Sangat aneh ya, jadi menunjukan betapa sangat tidak awasnya seorang pimpinan negara terhadap isu korupsi. Menjadikan alasan pemberantasan korupsi sebagai penghambat Pembangunan,” ucapnya sesuai dengan yang disiarkan di kanal Youtube BMTV Channel, pada Senin (23/9).