319 total views
INN NEWS – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan dinaikkan menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 mendatang telah memicu berbagai respons dari masyarakat dan pengamat ekonomi.
Berikut adalah alasan utama untuk menolak kenaikan ini beserta dampak yang potensial dari hasil simpulan INN di media sosial hingga komentar pengamat kompeten.
Alasan Menolak PPN 12 Persen
Pengaruh Terhadap Daya Beli Masyarakat
Kenaikan PPN dikhawatirkan akan menggerus daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah. Dengan harga barang yang meningkat, konsumsi rumah tangga diprediksi akan menurun, memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan Harga Barang
PPN 12 persen akan menyebabkan harga barang dan jasa naik, termasuk kebutuhan pokok yang sebelumnya mungkin tidak dikenakan PPN atau dikenakan dengan tarif lebih rendah. Ini bisa menyebabkan inflasi yang lebih tinggi dan mempengaruhi biaya hidup masyarakat.
Dampak Ekonomi Makro
Beberapa pengamat menyatakan bahwa kenaikan PPN dapat mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income), yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi nasional karena konsumsi domestik merupakan komponen besar dari PDB Indonesia.
Dampak yang Diperkirakan
Peningkatan Pengeluaran
Estimasi menunjukkan bahwa dengan PPN 12 persen, masyarakat akan menghadapi peningkatan pengeluaran tahunan hingga Rp 1.2 juta – 4.2 juta, yang bisa menyebabkan penurunan daya beli dan peningkatan kemiskinan.
Penurunan Konsumsi
Ada kekhawatiran bahwa konsumsi akan turun karena masyarakat mungkin akan menahan pengeluaran untuk barang non-esensial, yang bisa mempengaruhi penjualan industri dan ekonomi secara keseluruhan.
Dampak pada UKM dan Industri
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mungkin akan menghadapi kesulitan lebih besar dalam menyesuaikan margin keuntungan mereka dengan kenaikan biaya ini, potensial menyebabkan penurunan investasi dan pertumbuhan bisnis.
Komentar Pengamat
Bhima Yudhistira (Direktur Center of Economic and Law Studies) menekankan bahwa kenaikan PPN 12 persen tidak pro kemanusiaan, terutama dalam konteks jasa kesehatan premium yang seharusnya dikecualikan dari PPN. Dia juga menyoroti bahwa kebijakan ini bisa berdampak negatif pada daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
Kemudian Eko Listyanto (Wakil Direktur Indef) mengatakan bahwa kenaikan PPN akan menggerus konsumsi masyarakat dan memperlambat ekonomi, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sudah melambat. Dia juga menekankan perlunya pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan ini.
Sementara itu, Faisal Basri (Pengamat Ekonomi) menyatakan bahwa waktu penerapan PPN 12 persen ini tidak tepat, terutama dalam konteks mengatasi kesenjangan ekonomi dan mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.