208 total views
INN NEWS – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% telah menjadi topik hangat di arena politik Indonesia.
Kontroversi ini semakin memanas dengan adanya saling lempar tanggung jawab antara partai-partai politik, terutama antara Partai Gerindra dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Untuk diketahui Kenaikan PPN 12 persen ini ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang disahkan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Meskipun UU HPP disetujui oleh delapan fraksi di DPR, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolaknya.
Partai Gerindra, yang sekarang berada dalam posisi eksekutif dengan Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih, telah menyalahkan PDIP sebagai inisiator utama dari kenaikan PPN ini. Beberapa anggota Gerindra mengklaim bahwa PDIP, sebagai partai yang ketika itu memegang posisi strategis dalam pembentukan UU HPP, seharusnya bertanggung jawab atas kebijakan ini.
Rahayu Saraswati, ponakan Presiden Prabowo sekaligus politikus Gerindra baru-baru ini menyatakan, “PDIP jangan hanya berteriak sekarang tentang PPN 12 persen. Mereka yang dulu menyetujui, dan sekarang mencoba mengelak dari tanggung jawab mereka.”
Wihadi Wiyanto, juga dari Gerindra, menambahkan, “Ketika PDIP menjadi ketua panja UU HPP, mereka seharusnya sadar bahwa kenaikan ini akan berdampak pada rakyat. Sekarang, mereka bisa saja menyesal, tapi tanggung jawab tetap di pundak mereka.”
PDIP, melalui beberapa tokoh utama, menegaskan bahwa kenaikan PPN ini adalah inisiatif dari pemerintahan Jokowi, bukan inisiatif partai mereka secara langsung.
Mereka menekankan bahwa UU HPP merupakan produk dari proses kerja sama antara pemerintah dan DPR, dan bahwa keputusan untuk menaikkan tarif PPN adalah keputusan kolektif dari delapan fraksi yang setuju.
Dolfie Othniel Frederic Palit dari PDIP mengatakan, “Kenaikan PPN ini adalah keputusan kolektif, di mana delapan fraksi termasuk PDIP menyetujui. Namun, kondisi ekonomi sekarang berubah, dan kami hanya meminta untuk kajian ulang demi kepentingan rakyat.”
Deddy Yevri Sitorus, juga dari PDIP, menambahkan, “Kami tidak menyalahkan pemerintahan baru, tetapi kami meminta kebijakan ini dievaluasi sesuai dengan kondisi terkini. Jangan sampai keputusan lama menjadi bebanuntuk rakyat ke depan.”