135 total views
OPINI – Dalam dunia politik modern, media sosial telah menjadi arena pertempuran opini publik. Seperti Groom of the Stool pada masa kerajaan Inggris, peran “tukang cebok” kini hadir dalam bentuk tim pengelola krisis digital atau social media handlers.
Mereka bertugas “membersihkan” citra politisi atau tokoh publik dari berbagai skandal dan isu negatif yang beredar di media sosial.
Peran Tukang Cebok di Media Sosial
Mirip dengan Groom of the Stool, tim ini bertugas memastikan bahwa citra publik seorang politisi tetap bersih dan terjaga. Mereka:
1. Menghapus Konten Negatif: Mengelola informasi yang tidak menguntungkan atau menghapus jejak digital yang merusak.
2. Menciptakan Narasi Baru: Mengarahkan opini publik dengan menciptakan narasi yang lebih positif.
3. Meredam Krisis: Menghadapi serangan opini di media sosial dengan strategi komunikasi yang dirancang untuk menenangkan situasi.
Menurut studi yang dilakukan oleh Vakratsas dan Ambler (1999), “Efektivitas citra politik sering kali dipengaruhi oleh bagaimana pesan dikomunikasikan, bukan hanya oleh isi pesan itu sendiri.” Dalam konteks ini, “tukang cebok” politik bekerja untuk mengemas ulang isu sensitif agar dapat diterima oleh publik.
Hubungan Kepercayaan dan Pengaruh
Sama seperti Groom of the Stool yang menikmati pengaruh besar karena kedekatan dengan raja, para pengelola media sosial juga memiliki akses ke rahasia dan strategi internal politisi. Mereka tidak hanya bertanggung jawab atas pengelolaan konten, tetapi juga menjadi penjaga gerbang informasi pribadi dan strategi politik, seperti dijelaskan oleh Enli dan Thumim (2012): “Media sosial memberikan ruang yang memungkinkan politisi untuk mempersonalisasi komunikasi mereka, tetapi di balik layar, tim media sosial memiliki kontrol besar atas narasi yang dibangun.”
Dinamika Kekuasaan di Media Sosial
Keberadaan “tukang cebok” ini menunjukkan bahwa dalam politik modern, hubungan antara penguasa (politisi) dan tim media sosial adalah hubungan yang saling tergantung. Tokoh publik membutuhkan mereka untuk mempertahankan reputasi, sementara mereka memanfaatkan kedekatan ini untuk membangun karier dalam komunikasi politik.
Sebagai refleksi, “tukang cebok” politik adalah adaptasi modern dari jabatan Groom of the Stool, yang tetap berfungsi dalam ruang kepercayaan dan pengaruh—tetapi kali ini dalam arena digital. Ini menunjukkan bahwa sejarah terus berulang dalam bentuk yang baru, sesuai dengan kebutuhan zaman.
Oleh: Dr. Hanny Setiawan.