1,220 total views
INN INTERNASIONAL – Dalam perkembangan terbaru geopolitik dan ekonomi global, Donald Trump, yang baru saja terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat, telah mengeluarkan pernyataan yang mengancam akan mengenakan tarif 100 persen terhadap negara-negara anggota BRICS jika mereka melanjutkan langkah-langkah dedolarisasi atau menciptakan mata uang alternatif dari dolar AS.
Ancaman ini menimbulkan kekhawatiran khususnya bagi Indonesia, yang baru saja secara resmi bergabung dengan aliansi BRICS.
Trump mengancam akan memberikan tarif 100 persen pada impor dari negara-negara BRICS jika mereka mencoba menggantikan dolar AS dengan mata uang lain dalam transaksi internasional.
Hal ini dirasa sebagai tindakan proteksionis karena Amerika Serikat memandang dolar sebagai mata uang cadangan global.
BRICS, yang merupakan akronim dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, telah menunjukkan niat untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam transaksi internasional.
Dengan bergabungnya negara-negara seperti Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab, serta Indonesia, kelompok ini semakin berkembang dan menjadi semakin strategis dalam usaha dedolarisasi.
Beberapa negara anggota BRICS seperti China dan Rusia tampaknya tidak gentar dengan ancaman ini. China, misalnya, telah berusaha mengurangi ketergantungan pada dolar dengan memperkuat penggunaan yuan dalam perdagangan internasional.
Berikut Dampak bagi Indonesia
Indonesia, dengan ekonominya yang sangat tergantung pada ekspor ke pasar Amerika Serikat, akan merasakan dampak langsung dari tarif tersebut. Produk-produk seperti tekstil, elektronik, dan barang manufaktur lainnya mungkin menjadi lebih mahal di AS, mengurangi daya saing ekspor Indonesia.
Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan Indef, M Rizal Taufikurahman, menyatakan bahwa ancaman tarif ini dapat memicu instabilitas ekonomi global, menurunkan investasi asing, dan mengganggu rantai pasokan global, yang semuanya bisa jadi buruk bagi stabilitas ekonomi domestik Indonesia.
Indonesia telah menyatakan bahwa bergabung dengan BRICS adalah bagian dari politik luar negeri bebas aktif, namun ancaman ini mengharuskan Indonesia untuk berhati-hati dalam menyeimbangkan hubungan ekonomi dan diplomatik dengan AS dan anggota BRICS lainnya.


