HomeGaya Hidup#KaburAjaDulu: apa-apa sulit, nepotisme merajalela

#KaburAjaDulu: apa-apa sulit, nepotisme merajalela

Published on

spot_img

 941 total views

INN VIRAL – Akhir-akhir ini, tagar #KaburAjaDulu menjadi fenomena yang ramai diperbincangkan di berbagai platform media sosial, terutama di X. Tagar ini mencerminkan kekecewaan dan ketidakpuasan warganet terhadap berbagai aspek kehidupan di Indonesia, mendorong mereka untuk berpikir tentang mencari peluang hidup di luar negeri.

Tren ini mulai digaungkan di platform media sosial X sejak Januari 2025, dengan beberapa akun mulai mencuitkan tagar ini, kemudian menjadi viral setelah beberapa influencer dan akun besar ikut serta.

Apa Alasannya?

Banyak warganet merasa bahwa peluang kerja di Indonesia terbatas, gaji tidak sebanding dengan biaya hidup yang meningkat, dan kurangnya inovasi serta keadilan dalam distribusi ekonomi.

Frustrasi terhadap kualitas hidup, termasuk kondisi infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan, membuat banyak orang ingin mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri.

Masalah Kebijakan pemerintah yang dianggap tidak mendukung kesejahteraan rakyat, serta berbagai isu sosial dan politik yang membingungkan masyarakat, menjadi faktor pendorong lainnya.

Fenomena ini juga mencerminkan ‘brain drain’ atau migrasi tenaga kerja terampil dan berpendidikan tinggi ke luar negeri, mencari kesempatan lebih baik di negara-negara seperti Singapura, Jerman, Jepang, Amerika, dan Australia.

Komentar Warga X

@raffimulyaa: “Yuk #KaburAjaDulu aja guys, talenta lu di sini ga diapresiasi dan dihargai. Ga akan diliat lu, nepotisme di sini udah mendarah daging. ‘Nasionalisme’ di sini belakangan jadi kerangkeng aja.”

@barengwarga: “Memahami #KaburAjaDulu itu soal mencari kehidupan yang lebih baik karena di negara ini apa-apa sulit, kepastian hukum gak jelas, pemerintah ga becus, ekonomi buruk, diperes pajak gede gak dapet apa-apa.”

@Wufrans: “Gue curiga tagar #KaburAjaDulu itu sengaja dibuat ‘oknum’ yang punya agenda buat ngusir SDM yang berpotensi mengubah keadaan Indonesia jadi lebih baik. Nanti sisanya adalah hanya orang-orang yang lebih mudah disetir dan ga bisa melawan ketika ada ketidakadilan terjadi.”

Komentar-komentar ini menunjukkan bahwa ada perasaan kecewa dan frustrasi terhadap situasi di dalam negeri, mendorong banyak orang untuk mempertimbangkan atau bahkan mencari peluang di luar negeri untuk hidup yang lebih baik.

Artikel Terbaru

AI sebagai Komposer Baru: Krisis, Revolusi, dan Reinterpretasi Musikalitas

I tidak hanya membantu merekam melodi yang sudah kita buat; ia bisa mengajukan melodi, membuat harmoni, memproduksi beat utuh, bahkan menciptakan lirik yang secara emosional resonan—dan kini, ia bahkan memiliki "wajah" dan "suara" yang menghasilkan miliaran Rupiah.

Ketika Seorang Sukidi Membunyikan Alarm, dan Gereja Justru Diam

INNNEWS - Tulisan Sukidi di harian Kompas berjudul “Alarm bagi Demokrasi” (13 November 2025)...

Suara Kegusaran di Tengah Euforia Penetapan Soeharto Sebagai Pahlawan

INNNEWS - Hari ini, bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, Presiden Prabowo Subianto resmi menganugerahkan...

Pelatihan Menulis Aksara Jawa di PKK Kelurahan Danukusuman: Menjaga Warisan Leluhur di Era Digital

INNNEWS— Dalam upaya melestarikan budaya lokal di tengah arus modernisasi, PKK Kelurahan Danukusuman menggelar...

artikel yang mirip

AI sebagai Komposer Baru: Krisis, Revolusi, dan Reinterpretasi Musikalitas

I tidak hanya membantu merekam melodi yang sudah kita buat; ia bisa mengajukan melodi, membuat harmoni, memproduksi beat utuh, bahkan menciptakan lirik yang secara emosional resonan—dan kini, ia bahkan memiliki "wajah" dan "suara" yang menghasilkan miliaran Rupiah.

Ketika Seorang Sukidi Membunyikan Alarm, dan Gereja Justru Diam

INNNEWS - Tulisan Sukidi di harian Kompas berjudul “Alarm bagi Demokrasi” (13 November 2025)...

Suara Kegusaran di Tengah Euforia Penetapan Soeharto Sebagai Pahlawan

INNNEWS - Hari ini, bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, Presiden Prabowo Subianto resmi menganugerahkan...