381 total views
INN TRENDING – Sejak awal Februari 2025, tagar #IndonesiaGelap telah menjadi sorotan utama di platform media sosial X, mencatatkan dominasi luar biasa dengan lebih dari 3 juta postingan berdasarkan data dari Research Hub.
Fenomena ini tidak hanya mencerminkan kegelisahan masyarakat terhadap berbagai isu nasional, tetapi juga menunjukkan kekuatan media sosial sebagai alat ekspresi kolektif di era digital.
Tagar #IndonesiaGelap pertama kali mencuat pada 17 Februari 2025, bertepatan dengan aksi demonstrasi mahasiswa yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di berbagai daerah. Aksi tersebut mengusung tema “Indonesia Gelap” sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang dinilai tidak berpihak pada rakyat.
Dalam konteks ini, “Indonesia Gelap” bukan sekadar frasa, melainkan simbol ketakutan dan kekhawatiran akan masa depan bangsa.
Koordinator BEM SI, Satria Naufal, menjelaskan bahwa tagar ini lahir dari keresahan atas kebijakan yang dianggap tidak transparan serta kasus-kasus korupsi dan pelanggaran HAM yang belum terungkap.
“Indonesia Gelap mewakili bayang-bayang ketidakpastian yang dirasakan rakyat, terutama generasi muda,” ujarnya. Tagar ini kemudian menyebar luas di X, menjadi wadah bagi warganet untuk menyuarakan kritik terhadap pemerintah.
Menurut laporan Research Hub per 24 Februari 2025, tagar #IndonesiaGelap telah digunakan dalam lebih dari 3 juta postingan, menjadikannya salah satu tren terpanjang di X regional Indonesia. Angka ini melonjak drastis dari 81.900 cuitan pada 17 Februari, menunjukkan betapa cepatnya isu ini bergema di kalangan pengguna.
Postingan dengan tagar tersebut tidak hanya berisi keluhan, tetapi juga narasi kreatif seperti puisi, meme, dan kutipan tajam yang menggambarkan kekecewaan publik.
Salah satu cuitan yang viral berbunyi, “#IndonesiaGelap bukan karena tak ada cahaya, tapi karena mereka yang berkuasa memilih menutup mata.”
Unggahan ini, yang berasal dari akun anonim, mendapat ribuan retweet dan menambah bahan bakar pada diskusi daring. Sementara itu, warganet lain menulis, “Habis gelap, terbitlah perlawanan!”—sebuah seruan yang menggambarkan semangat melawan ketidakadilan.
Respon Pemerintah dan Kontroversi
Kehebohan #IndonesiaGelap tidak luput dari perhatian pemerintah. Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, pada 19 Februari 2025, menanggapi tagar ini dengan nada tegas. “Kalau ada yang bilang Indonesia gelap, yang gelap kau, bukan Indonesia,” katanya dalam sebuah acara di Jakarta.
Pernyataan ini memicu reaksi beragam; sebagian menganggapnya sebagai pembelaan, sementara lainnya melihatnya sebagai bentuk penolakan terhadap kritik rakyat.
Di sisi lain, muncul dugaan adanya upaya “counter-narrative” dari akun-akun yang diduga buzzer. Tagar tandingan seperti #IndonesiaCerah mulai bermunculan, namun mendapat kecaman dari netizen yang menilai isinya tidak substansial.
Seorang pengguna X menulis, “Narasi #IndonesiaCerah cuma slide kosong tanpa solusi, malah bikin orang tambah muak.”
Dominasi #IndonesiaGelap di X bukan sekadar angka, tetapi cerminan dinamika sosial-politik di Indonesia pada awal 2025. Tagar ini telah mengubah X menjadi ruang publik digital tempat rakyat menyuarakan aspirasi, sekaligus mengingatkan pemerintah akan pentingnya mendengar suara mereka. Seperti yang dikatakan Satria Naufal, “Aksi ini, baik di jalanan maupun daring, adalah pengingat bahwa rakyat tidak diam.”
Hingga hari ini, 24 Februari 2025, tagar #IndonesiaGelap masih terus bergema, menjadi bukti bahwa di tengah “gelapnya” situasi, ada semangat yang terang untuk memperjuangkan perubahan.
Apakah gelombang ini akan memengaruhi kebijakan pemerintah ke depan? Waktu yang akan menjawab. Namun, satu hal pasti: suara 3 juta postingan ini tidak bisa diabaikan begitu saja.