390 total views
INN INTERNASIONAL – Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, ditangkap pada Selasa, 11 Maret 2025, sesaat setelah mendarat di Bandara Internasional Manila.
Penangkapan ini dilakukan oleh kepolisian Filipina berdasarkan surat perintah yang dikeluarkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Duterte, yang baru saja kembali dari kunjungan ke Hong Kong, langsung dibawa ke ruang tahanan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Penyebab Penangkapan
Penangkapan Duterte berkaitan erat dengan kebijakan kontroversial “perang melawan narkoba” yang diterapkannya selama menjabat sebagai presiden dari 2016 hingga 2022. ICC telah lama menyelidiki dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi dalam kampanye tersebut.
Menurut data resmi kepolisian Filipina, lebih dari 6.200 orang tewas dalam operasi antinarkoba di masa kepemimpinan Duterte.
Namun, kelompok hak asasi manusia memperkirakan jumlah korban jauh lebih tinggi, mencapai lebih dari 20.000 jiwa, akibat pembunuhan di luar hukum yang diduga melibatkan polisi dan kelompok main hakim sendiri.
Penyelidikan ICC dimulai sejak 2018, ketika Filipina masih menjadi anggota pengadilan tersebut. Meskipun Duterte menarik Filipina dari ICC pada 2019 sebagai respons terhadap investigasi ini, pengadilan tetap memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang diduga terjadi sebelum penarikan tersebut efektif pada 17 Maret 2019.
Surat perintah penangkapan dari ICC akhirnya sampai ke tangan Interpol Manila, yang bekerja sama dengan kepolisian Filipina untuk melaksanakan penangkapan.
Reaksi dan Kontroversi
Penangkapan ini memicu reaksi beragam. Pendukung Duterte, termasuk mantan penasihat hukumnya Salvador Panelo, menyebut tindakan ini melanggar hukum dan hak konstitusional Duterte, dengan alasan bahwa polisi tidak mengizinkan pengacaranya bertemu di bandara.
Di sisi lain, kelompok hak asasi manusia menyambut baik langkah ini sebagai upaya menegakkan keadilan atas ribuan korban kebijakan antinarkoba Duterte.
Pemerintah Filipina di bawah Presiden Ferdinand Marcos Jr. menyatakan bahwa Duterte dalam kondisi kesehatan baik dan proses hukum akan berjalan sesuai prosedur.
Namun, hubungan politik yang tegang antara kubu Marcos dan Duterte, yang diperparah oleh perpecahan koalisi dinasti politik mereka, menambah dimensi politik pada kasus ini.
Latar Belakang Duterte dan Perang Narkoba
Rodrigo Duterte naik ke tampuk kekuasaan pada 2016 dengan janji memberantas narkoba dan kejahatan. Kebijakan “perang melawan narkoba” menjadi ciri khas kepemimpinannya, namun juga menuai kecaman internasional karena dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Sebelumnya, Duterte sempat menyatakan kesiapannya menghadapi ICC saat berpidato di Hong Kong pada 10 Maret 2025, sehari sebelum penangkapannya.
Penangkapan ini menandai babak baru dalam saga hukum Duterte, sekaligus menggarisbawahi kompleksitas hubungan Filipina dengan komunitas internasional dalam menangani isu kejahatan kemanusiaan.