431 total views
INN NEWS – Sejak dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia pada Oktober 2024, Prabowo Subianto tak pernah lepas dari sorotan tajam.
Berbagai kebijakan yang diusungnya menuai kritik dari berbagai kalangan, mulai dari ukuran kabinet yang dianggap “gemuk,” wacana pengampunan koruptor, hingga dugaan cawe-cawe politik dari pendahulunya, Joko Widodo.
Terbaru, Ketua Umum Partai Gerindra ini dikaitkan dengan pengesahan RUU TNI yang Kontroversial.
Di tengah badai kritik itu, pada 20 Maret 2025, saat meresmikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industropolis Batang di Jawa Tengah, Prabowo melontarkan pernyataan tegas:
“Masa depan kita gemilang dan cerah walaupun ada sedikit usaha-usaha entah dari mana untuk selalu menurunkan semangat dan masa depan… Saya tegaskan di sini tidak benar dan kita akan maju terus, biar anjing menggonggong, kita akan maju terus.”
Koar-koar ini langsung menjadi perbincangan hangat—apa maknanya di balik gelombang kritik yang sedang menerpanya?
Kebijakan Kontroversial dan Kritik Bertubi-tubi
Pemerintahan Prabowo baru berjalan beberapa bulan, tetapi isu-isu panas sudah bermunculan.
Pertama, pembentukan kabinet dengan 44 menteri dan puluhan wakil menteri dikritik sebagai pemborosan anggaran dan akomodasi politik berlebihan.
Banyak pihak, termasuk akademisi dan aktivis, mempertanyakan efisiensi birokrasi di bawah kepemimpinannya.
Kedua, wacana revisi UU KPK dan kemungkinan pengampunan bagi koruptor memicu kemarahan publik, terutama dari kalangan pegiat antikorupsi yang melihatnya sebagai langkah mundur dalam pemberantasan korupsi. Ketiga, tuduhan bahwa
Prabowo masih “dijalankan” oleh Jokowi melalui pengaruh politik di belakang layar makin memperkeruh suasana, dengan beberapa pihak menyebutnya sebagai “presiden boneka.”
Kritik ini tidak hanya datang dari oposisi atau masyarakat sipil, tetapi juga dari media dan pengguna media sosial. Di platform X, tagar seperti #KabinetGemuk dan #PrabowoDikteJokowi sempat trending, mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap langkah awal pemerintahannya.
Di tengah situasi ini, pernyataan “biar anjing menggonggong, kita maju terus” seolah menjadi tameng Prabowo untuk menangkis semua serangan tersebut.
Makna Koar-Koar Prabowo
Dalam pidatonya di KEK Industropolis Batang, Prabowo tampak ingin menegaskan dua hal: optimisme dan keteguhan. Ia berbicara tentang masa depan gemilang Indonesia melalui industrialisasi dan hilirisasi, dengan target membuka puluhan ribu lapangan kerja melalui puluhan KEK di seluruh negeri.
Namun, ia juga menyadari adanya “usaha-usaha” yang mencoba meredam semangat tersebut—kemungkinan sindiran terhadap para pengkritiknya. Dengan mengatakan “biar anjing menggonggong,” Prabowo seolah menyamakan kritik yang datang sebagai gangguan kecil yang tidak perlu dihiraukan, sementara ia dan pemerintahannya akan tetap melaju menuju tujuan besar.
Ungkapan ini juga konsisten dengan gaya komunikasi Prabowo yang kerap blak-blakan dan penuh peribahasa. Ia pernah menggunakan kalimat serupa di masa lalu untuk menyindir lawan politik atau menunjukkan sikap pantang menyerah.
Kali ini, pernyataan itu bisa dilihat sebagai deklarasi bahwa ia tidak akan terpengaruh oleh kebisingan kritik dan tetap fokus pada agenda pembangunan.
Antara Dukungan dan Kecaman
Pernyataan Prabowo langsung memicu reaksi beragam. Pendukungnya memuji sikap tegas tersebut sebagai bukti kepemimpinan yang kuat. “Ini baru presiden, ga takut kritik, maju terus buat rakyat!” tulis seorang pengguna X.
Namun, di sisi lain, kalimat itu juga menuai kecaman. Sejumlah pihak menilai penggunaan frasa “anjing menggonggong” kurang tepat untuk seorang kepala negara, apalagi dalam konteks menanggapi kritik yang sebenarnya merupakan bagian dari demokrasi.
“Kritik itu hak rakyat, kok malah disamain sama gonggongan anjing?” tanya seorang aktivis di media sosial.
Kritikus juga menyoroti bahwa pernyataan ini bisa memperdalam polarisasi. Dengan meremehkan kritik sebagai “gonggongan,” Prabowo berisiko dianggap tidak terbuka terhadap masukan, padahal banyak isu yang dikritik—seperti korupsi dan efisiensi pemerintahan—adalah kekhawatiran sah dari rakyat.
Di sisi lain, pendukungnya justru melihat ini sebagai bentuk keberanian melawan narasi negatif yang sengaja dibangun untuk melemahkan pemerintahannya.
Strategi atau Sekadar Emosi?
Apakah “biar anjing menggonggong, kita maju terus” adalah strategi matang atau sekadar luapan emosi?
Bagi sebagian pengamat, ini adalah cara Prabowo membangun narasi bahwa kritik terhadapnya hanyalah “kebisingan” yang tidak substansial, sehingga ia bisa terus mengarahkan perhatian publik pada pencapaian seperti peresmian KEK.
Namun, bagi yang lain, pernyataan ini menunjukkan kurangnya kesabaran dalam menghadapi dinamika politik yang wajar di awal masa jabatan.
Di tengah kritik sana-sini, Prabowo tampaknya memilih jalur konfrontatif ketimbang dialogis. Ia ingin menunjukkan bahwa pemerintahannya tidak akan berhenti hanya karena ada suara-suara yang berseberangan.
Namun, pendekatan ini juga membawa risiko: jika kebijakan yang dikritik tidak segera diperbaiki atau terbukti bermasalah, “gonggongan” itu bisa berubah menjadi tantangan yang lebih serius.