303 total views
INN NEWS – Risiko berinvestasi di Indonesia kian terasa nyata, tercermin dari melonjaknya premi Credit Default Swap (CDS) yang menjadi indikator persepsi risiko investasi.
Kenaikan premi CDS ini berjalan seiring dengan tren pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menandakan ketidakpastian yang kian membayangi pasar keuangan Tanah Air.
Mengutip data World Government Bonds (WGB) per Minggu (23/3/2025), premi CDS Indonesia untuk tenor 5 tahun terus merangkak naik hingga mencapai level 91,66.
Angka ini meningkat dari posisi Jumat (21/3/2025) di 91,64, dan jauh lebih tinggi dibandingkan hari sebelumnya yang masih bertengger di 89,67.
Dalam kurun waktu seminggu, premi CDS 5 tahun Indonesia melonjak 11,08%. Jika ditarik lebih jauh, kenaikan ini bahkan mencapai 28,82% dalam sebulan dan 30,76% dalam enam bulan terakhir.
Lonjakan premi CDS ini mengisyaratkan bahwa investor global semakin waspada terhadap risiko gagal bayar (default) oleh peminjam atau entitas penerbit obligasi di Indonesia.
Kenaikan premi menunjukkan bahwa investor menambah proteksi mereka, sebuah langkah yang mencerminkan persepsi bahwa situasi ekonomi dan politik Indonesia saat ini lebih berisiko dibandingkan sebelumnya. Persepsi ini tidaklah berlebihan.
Belakangan, sejumlah lembaga keuangan global mulai memberikan sinyal kekhawatiran. Bank terbesar di Singapura, OCBC, misalnya, baru-baru ini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal I-2025 menjadi hanya 4,8%, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 5%.
Untuk keseluruhan tahun 2025, OCBC memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional hanya mencapai 4,9%, lebih rendah dari proyeksi awal 5,1%.
Langkah serupa juga dilakukan oleh dua raksasa keuangan internasional, Morgan Stanley dan Goldman Sachs.
Pada Februari 2025, kedua lembaga ini menurunkan peringkat saham dan obligasi Indonesia, menambah daftar indikator buruk bagi pasar keuangan domestik.
Penurunan peringkat ini tidak hanya mencerminkan ketidakpastian ekonomi, tetapi juga sinyal bahwa kepercayaan investor terhadap stabilitas Indonesia sedang terkikis.
Jika kondisi ini tidak segera diredam, pasar keuangan Indonesia berpotensi mengalami guncangan serius, mirip dengan yang pernah dialami Turki.
Kondisi pasar saham Indonesia saat ini bahkan disebut-sebut memiliki kemiripan dengan situasi di Turki, terutama setelah bursa saham di negara tersebut anjlok pada Jumat (21/3/2025).
Penurunan tajam itu dipicu oleh protes keras masyarakat atas penahanan rival politik utama Presiden Tayyip Erdogan, yang memicu ketidakstabilan politik dan ekonomi.
Kenaikan premi CDS, pelemahan IHSG, serta penurunan proyeksi ekonomi oleh lembaga-lembaga ternama menjadi alarm bagi Indonesia.
Tanpa langkah konkret untuk meredam gejolak di pasar keuangan, risiko investasi yang terus meningkat bisa membawa dampak lebih buruk, baik bagi investor maupun perekonomian nasional secara keseluruhan.