238 total views
INN NEWS – Danantara, sebagai Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, mendapat respons negatif dari pasar karena beberapa faktor yang saling berkaitan, berdasarkan sentimen dan analisis yang berkembang hingga saat ini, 26 Maret 2025.
Berikut adalah alasan-alasan utama:
Ketidakpastian Tata Kelola dan Transparansi
Banyak pelaku pasar meragukan transparansi dan mekanisme pengawasan Danantara.
Meskipun dijanjikan sebagai entitas profesional dengan aset besar (sekitar Rp14 triliun), kekhawatiran muncul terkait potensi intervensi politik dan konflik kepentingan, terutama karena beberapa nama dalam kepengurusan memiliki afiliasi politik atau kontroversi masa lalu.
Hal ini menciptakan persepsi bahwa Danantara bisa menjadi alat politik ketimbang mesin ekonomi yang efisien.
Momentum Peluncuran yang Kurang Tepat
Danantara diluncurkan di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil dan isu-isu politik domestik yang memanas, seperti kontroversi kebijakan pemerintah lainnya. Hal ini memperburuk sentimen pasar, karena investor cenderung menghindari risiko tambahan di saat ketidakpastian sudah tinggi.
Reaksi Pasar Modal
Peluncuran Danantara pada 24 Februari 2025 dan pengumuman kepengurusannya pada 24 Maret 2025 bertepatan dengan penurunan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta pelemahan rupiah.
Meskipun ada faktor eksternal seperti tren pasar global, banyak analis mengaitkan koreksi pasar dengan ketidakpercayaan terhadap kebijakan ini, terutama karena saham BUMN yang berada di bawah Danantara ikut tertekan.
Struktur Birokrasi yang Berpotensi Inefisien
Sebagai holding company, Danantara ditakutkan menambah lapisan birokrasi yang justru menghambat kinerja BUMN.
Pelaku pasar khawatir bahwa alih-alih meningkatkan efisiensi, Danantara malah memperlambat pengambilan keputusan dan inovasi di perusahaan-perusahaan pelat merah.
Kekhawatiran Publik dan Persepsi Negatif
Sentimen negatif di masyarakat, yang tercermin di media sosial dan diskusi publik, turut memengaruhi pasar. Misalnya, seruan untuk menarik dana dari bank BUMN menunjukkan ketidakpercayaan terhadap keamanan aset di bawah Danantara, meskipun pemerintah menegaskan bahwa Danantara hanya mengelola dividen, bukan dana nasabah.
Belum Adanya Bukti Konkret
Hingga saat ini, Danantara masih dianggap sebagai konsep tanpa aksi nyata yang terlihat. Investor mengadopsi sikap “wait and see”, menunggu strategi dan hasil nyata dari pengelolaan aset besar yang dijanjikan, sehingga kepercayaan belum terbangun.
Secara keseluruhan, respons negatif ini mencerminkan kombinasi dari ketidakpastian struktural, timing yang kurang mendukung, dan komunikasi pemerintah yang belum berhasil meyakinkan pasar.
Untuk membalikkan sentimen, Danantara perlu menunjukkan langkah konkret yang transparan dan efektif dalam waktu dekat.