316 total views
INN INTERNASIONAL – Biaya penerbitan utang dalam valuta asing (valas) oleh pemerintah Indonesia berpotensi semakin mahal.
Hal ini dipicu oleh meningkatnya risiko kredit Indonesia, yang tercermin dari kenaikan credit default swap (CDS) dalam beberapa periode terakhir.
Meskipun demikian, dua lembaga pemeringkat internasional masih mempertahankan peringkat utang Indonesia pada level layak investasi (investment grade), kenaikan CDS ini tetap menjadi sinyal waspada.
Berdasarkan data dari World Government Bonds, CDS lima tahun Indonesia telah mencapai level 91,66 per Sabtu (22/3/2025).
Dalam sepekan terakhir, CDS tersebut melonjak sebesar 11,08%. Kenaikan ini bahkan lebih signifikan dalam jangka waktu satu bulan terakhir, yakni sebesar 28,82%. Jika dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya, CDS naik 30,42%, sementara secara tahunan kenaikannya mencapai 28,42%.
Tren kenaikan ini menunjukkan adanya persepsi risiko yang meningkat di mata investor global.
Kenaikan CDS berpotensi memengaruhi imbal hasil (yield) yang diminta investor, terutama pada penerbitan surat utang pemerintah dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS).
Semakin tinggi CDS, semakin besar pula risiko gagal bayar yang dipersepsikan, sehingga investor cenderung meminta imbal hasil lebih tinggi sebagai kompensasi.
Meski porsi surat berharga negara (SBN) berdenominasi valas jauh lebih kecil dibandingkan SBN dalam rupiah, dampaknya tetap signifikan terhadap biaya pembiayaan pemerintah.
Tekanan Eksternal dan Kemiripan dengan Turki
Tekanan terhadap utang valas Indonesia tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga dari faktor eksternal. Krisis ekonomi di Turki, misalnya, menjadi sorotan karena ada kemiripan struktural antara ekonomi Indonesia dan Turki, seperti ketergantungan pada pembiayaan eksternal dan volatilitas nilai tukar.
Kondisi ini dapat memperburuk persepsi investor terhadap stabilitas ekonomi Indonesia, yang pada akhirnya turut mendorong kenaikan CDS.
Faktor Penyebab Kenaikan CDS
Menurut Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, ada dua faktor utama yang memengaruhi kenaikan CDS Indonesia.
Pertama, sentimen global, khususnya terkait dinamika geopolitik yang dipengaruhi oleh Amerika Serikat. Ketegangan geopolitik dan ketidakpastian kebijakan moneter AS, seperti kenaikan suku bunga Federal Reserve, dapat memicu aliran modal keluar dari pasar emerging seperti Indonesia.
Kedua, persepsi investor terhadap kondisi ekonomi domestik yang melemah. Data ekonomi terkini menunjukkan beberapa indikator makro yang kurang menggembirakan.
Performa fiskal cenderung menurun, penjualan ritel pada Januari dan Februari 2025 tidak sesuai ekspektasi, dan indeks kepercayaan konsumen sedikit merosot menjelang Ramadan dan Lebaran—periode yang biasanya menjadi pendorong aktivitas ekonomi. Ketidakpastian ini membuat investor lebih berhati-hati dalam menilai risiko kredit Indonesia.
Implikasi bagi Pemerintah
Kenaikan CDS dan potensi mahalnya biaya utang valas menjadi tantangan bagi pemerintah dalam mengelola pembiayaan. Meski peringkat investment grade masih dipertahankan, tekanan dari CDS yang meningkat dapat memperumit strategi penerbitan utang di pasar internasional.
Pemerintah perlu mewaspadai dampak lanjutan, seperti pelemahan rupiah dan beban bunga utang yang lebih besar, terutama jika kondisi global terus memburuk.
Di tengah situasi ini, langkah strategis untuk memperkuat fundamental ekonomi domestik dan menjaga kepercayaan investor menjadi krusial. Tanpa upaya tersebut, ongkos penerbitan utang valas berisiko terus merangkak naik, menambah beban fiskal di masa mendatang.