HomeHeadlineUU TNI, Ketua MKMK: Cacat Legislasi, Baru Pernah Setertutup Ini

UU TNI, Ketua MKMK: Cacat Legislasi, Baru Pernah Setertutup Ini

Published on

spot_img

 429 total views

INN NEWS – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), I Dewa Gede Palguna, mengkritik keras proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru saja disahkan.

Menurutnya, proses legislasi tersebut cacat secara prosedural dan tidak mencerminkan prinsip keterbukaan yang seharusnya menjadi landasan demokrasi. “Belum pernah ada pembahasan undang-undang yang setertutup ini,” tegas Palguna dalam sebuah diskusi terbuka bertajuk “Menguak Pengesahan RUU TNI: Apa yang Perlu Diketahui Masyarakat?” yang digelar di Universitas Udayana, Bali, pada 25 Maret 2025.

Palguna menyoroti bahwa proses revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang resmi disahkan DPR pada 20 Maret 2025, tidak memenuhi standar pembentukan undang-undang sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Ia menegaskan bahwa cacat legislasi ini terlihat dari beberapa aspek krusial. Pertama, RUU TNI tidak tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), yang seharusnya menjadi acuan utama dalam perencanaan legislasi.

Kedua, naskah akademik yang menjadi dasar pembahasan sulit diakses, bahkan oleh kalangan akademisi dan anggota DPR sendiri. “Saya sampai minta ke teman di DPR, mereka juga tidak punya. Apa yang sebenarnya terjadi?” ungkapnya dengan nada prihatin.

Lebih lanjut, Palguna menyatakan bahwa proses pembahasan yang tertutup dan minim partisipasi publik ini telah melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ia menilai hal ini tidak hanya mencoreng proses demokrasi yang telah berjalan lebih dari seperempat abad sejak reformasi, tetapi juga berpotensi memicu ketegangan antara masyarakat sipil dan TNI.

“Siapa yang diadu oleh undang-undang ini? Rakyat dengan TNI. Padahal yang bermasalah adalah proses politiknya,” kritiknya.

Pengesahan revisi UU TNI sendiri menuai gelombang penolakan dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat sipil, mahasiswa, dan akademisi.

Banyak yang mempertanyakan urgensi revisi tersebut, terutama karena prosesnya yang terkesan terburu-buru dan tidak melibatkan publik secara bermakna. Salah satu poin kontroversial adalah perubahan pada Pasal 3, 47, dan 53, yang menurut Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjadi fokus utama revisi.

Namun, hingga kini, teks resmi pasal-pasal yang disahkan masih sulit diakses, menambah kecurigaan publik terhadap agenda di balik UU tersebut.

Palguna juga merespons pernyataan Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, yang menyebut revisi UU TNI tidak memperluas kewenangan, melainkan justru menegaskan pembatasan.

Menurut Palguna, pernyataan tersebut sulit dipercaya di tengah ketiadaan transparansi.

“Bagaimana kita bisa mempercayai itu kalau naskahnya saja tidak bisa kita dapatkan? Tidak ada partisipasi publik yang bermakna, tidak ada naskah akademik yang jelas, dan pembahasannya tertutup,” tandasnya.

Sebagai mantan hakim konstitusi dan akademisi hukum, Palguna menegaskan bahwa proses legislasi yang sehat harus melibatkan partisipasi publik secara terbuka dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

Ia menyayangkan bahwa UU TNI justru menjadi contoh buruk dalam praktik demokrasi Indonesia. “Saya kasihan dengan TNI, karena mereka yang jadi objek protes, padahal ini adalah kegagalan proses politik di DPR,” pungkasnya.

Kritik Palguna ini menambah bobot pada seruan agar pemerintah dan DPR lebih memperhatikan aspek prosedural dan keterlibatan masyarakat dalam pembentukan undang-undang.

Di tengah dinamika politik yang kian kompleks, transparansi dan akuntabilitas tetap menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga negara.

Artikel Terbaru

Prabowo utus Jokowi ke Pemakaman Paus: Politisasi dan Langgar Etika Diplomatik

JAKARTA -  Keputusan Presiden Prabowo Subianto mengutus mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu perwakilan Indonesia untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan pada 26 April 2025 menuai polemik.

Kontroversi Usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional: Dinilai Melecehkan Reformasi 

INN NEWS - Usulan untuk menetapkan mantan Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto, sebagai pahlawan nasional kembali memicu polemik di tengah masyarakat. 

Wapres Bicara Bonus Demografi, Videonya Tuai Dislike Puluhan Ribu, Akhirnya Disembunyikan

JAKARTA - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, baru-baru ini mengunggah video berjudul “Generasi Muda, Bonus Demografi dan Masa Depan Indonesia” di kanal YouTube pribadinya pada 19 April 2025.

Pemerintah Target di Atas 5%, tapi IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Hanya 4,7% di 2025-2026

INN NEWS - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam laporan terbarunya, World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025. 

artikel yang mirip

Prabowo utus Jokowi ke Pemakaman Paus: Politisasi dan Langgar Etika Diplomatik

JAKARTA -  Keputusan Presiden Prabowo Subianto mengutus mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu perwakilan Indonesia untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan pada 26 April 2025 menuai polemik.

Kontroversi Usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional: Dinilai Melecehkan Reformasi 

INN NEWS - Usulan untuk menetapkan mantan Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto, sebagai pahlawan nasional kembali memicu polemik di tengah masyarakat. 

Wapres Bicara Bonus Demografi, Videonya Tuai Dislike Puluhan Ribu, Akhirnya Disembunyikan

JAKARTA - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, baru-baru ini mengunggah video berjudul “Generasi Muda, Bonus Demografi dan Masa Depan Indonesia” di kanal YouTube pribadinya pada 19 April 2025.