171 total views
BANTUL– Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, menyampaikan khotbah Idulfitri 1446 Hijriah di Lapangan Trimulyo, Jetis, Bantul, pada Senin pagi (31/3).
Dalam khotbahnya, Haedar mengajak umat Islam untuk menjadikan momentum Idulfitri sebagai titik tolak transformasi spiritual, sekaligus mengingatkan para pemimpin negeri agar menjauhkan diri dari penyalahgunaan kekuasaan.
Dihadiri ribuan jamaah yang memadati lapangan, Haedar menekankan bahwa Idulfitri bukan sekadar perayaan seremonial, melainkan panggilan untuk kembali kepada fitrah sebagai hamba Allah yang bertakwa.
“Idulfitri harus menjadi jalan baru bagi kita untuk menjadi insan yang senantiasa dekat dengan Allah, menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab, dan menjauhi segala bentuk kezaliman,” ujarnya.
Pesan untuk Pemimpin Negeri
Dalam khotbahnya, Haedar secara khusus menyampaikan imbauan kepada para pemimpin negeri. Ia menyoroti berbagai permasalahan bangsa seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan perusakan sumber daya alam yang menurutnya berakar dari hawa nafsu yang tidak terkendali.
“Jika jiwa kekhalifahan seorang pemimpin luntur, maka akan muncul penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan rakyat dan merusak tatanan kehidupan,” tegasnya.
Haedar mengingatkan bahwa pemimpin sejatinya adalah khalifah Allah di bumi yang memiliki tanggung jawab besar untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
“Para pemimpin harus memiliki kesadaran sebagai hamba Allah. Jika amanah dijalankan dengan benar, adil, dan bermoral, maka negeri ini akan menjadi negeri yang baldah tayyibah, negeri yang penuh keberkahan,” ungkapnya.
Dua Parameter Ketakwaan
Lebih lanjut, Haedar menyebutkan dua parameter yang menjadi indikator bertambahnya ketakwaan setelah menjalani ibadah Ramadan. Pertama, hubungan dengan Allah (habluminallah) yang ditandai dengan kedekatan spiritual dan kewaspadaan terhadap segala yang dapat merusak iman.
Kedua, hubungan dengan sesama manusia (habluminannas) yang tercermin dalam sikap ihsan, keadilan, dan kepedulian sosial.
“Orang yang bertakwa adalah mereka yang taqarrub kepada Allah, selalu merasa dekat dengan-Nya, dan menjadikan iman sebagai landasan hidup. Di sisi lain, mereka juga berbuat baik kepada sesama, menjaga silaturahmi, dan menjadi perekat kebersamaan bangsa,” jelas Haedar.
Idul Fitri dan Kebersamaan Bangsa
Haedar juga mengajak umat Islam untuk menjadikan Idulfitri sebagai momentum mempererat ukhuwah dan membangun kebersamaan bangsa.
Ia berharap semangat silaturahmi yang menjadi tradisi Idulfitri dapat menguatkan persatuan di tengah tantangan konflik kepentingan dan perebutan kekuasaan yang kerap memecah belah.
“Indonesia membutuhkan pemimpin dan rakyat yang bersatu dalam semangat keadaban. Jangan biarkan hawa nafsu dan konflik kepentingan menghancurkan tali persaudaraan kita,” pesannya.
Di akhir khotbahnya, Haedar mengajak seluruh jamaah untuk menjadikan Idulfitri 1446 H sebagai tonggak kebangkitan spiritual dan sosial. “Mari kita songsong hari kemenangan ini dengan hati yang bersih, jiwa yang hanif, dan tekad untuk membangun negeri yang lebih baik.
Taqobalallahu minna wa minkum, selamat Hari Raya Idulfitri,” tutupnya, disambut takbir dan haru dari ribuan jamaah yang hadir.
Khotbah Haedar Nashir kali ini tidak hanya menjadi pengingat bagi umat Islam, tetapi juga seruan kepada para pemimpin untuk menjalankan amanah dengan penuh integritas demi keberkahan bangsa Indonesia.