HomeGlobalTarif Trump, PM Singapura: Dunia Masuk Fase Baru, Proteksionis dan Berbahaya

Tarif Trump, PM Singapura: Dunia Masuk Fase Baru, Proteksionis dan Berbahaya

Published on

spot_img

 221 total views

INN INTERNASIONAL – Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, menyampaikan peringatan keras terkait kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Dalam pernyataannya, Wong menegaskan bahwa dunia telah memasuki fase baru yang menandai berakhirnya era globalisasi berbasis aturan dan perdagangan bebas.

Kebijakan tarif yang disebut sebagai “Liberation Day” oleh Trump ini, menurut Wong, bukan hanya mengubah dinamika perdagangan internasional, tetapi juga membawa ancaman serius berupa perang dagang global yang dapat mengguncang tatanan ekonomi dunia.

Wong mengungkapkan kekhawatirannya dalam sebuah video berdurasi sekitar lima menit yang diunggah melalui kanal YouTube pribadinya serta diliput oleh media seperti Channel News Asia (CNA) dan The Straits Times.

“Kita memasuki fase baru yang lebih sewenang-wenang, proteksionis, dan berbahaya,” ujarnya.

Ia menyoroti bahwa langkah Amerika Serikat untuk menerapkan tarif timbal balik—dengan Singapura dikenakan tarif 10%, salah satu yang terendah dibandingkan negara lain—akan memiliki dampak jauh lebih luas dan mendalam di masa mendatang, terutama bagi negara-negara kecil dengan ekonomi terbuka seperti Singapura.

Menurut Wong, kebijakan ini menunjukkan bahwa AS tidak lagi sekadar mereformasi sistem perdagangan multilateral seperti yang diatur oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), melainkan meninggalkannya sepenuhnya.

Jika negara-negara lain mengikuti jejak AS dengan mengabaikan aturan WTO dan menerapkan kebijakan proteksionis serupa, dunia berisiko menghadapi perang dagang berskala besar.

“Kemungkinan terjadinya perang dagang global yang menyeluruh semakin meningkat,” tegasnya.

Dampaknya, perdagangan dan investasi internasional akan terpukul keras, sementara pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat signifikan.

Singapura, yang sangat bergantung pada perdagangan sebagai pilar ekonominya, diprediksi akan merasakan dampak lebih berat dibandingkan negara lain.

Wong mengingatkan bahwa situasi ini mirip dengan apa yang terjadi pada era 1930-an, ketika proteksionisme global memicu perang dagang yang kemudian meningkat menjadi konflik bersenjata dan berujung pada Perang Dunia Kedua.

“Tidak ada yang bisa memastikan bagaimana situasi saat ini akan berkembang dalam beberapa bulan atau tahun ke depan,” katanya, menekankan ketidakpastian yang kini membayangi stabilitas global.

Meskipun dampak langsung tarif 10% terhadap Singapura disebutnya terbatas untuk saat ini, Wong memperingatkan bahwa konsekuensi jangka panjang akan jauh lebih serius.

Ia menilai bahwa kebijakan ini berisiko melemahkan institusi global dan mengikis norma-norma internasional.

“Semakin banyak negara yang akan bertindak berdasarkan kepentingan pribadi yang sempit dan menggunakan kekerasan atau tekanan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan,” ungkapnya. Ini, menurutnya, adalah “kenyataan pahit” dari dunia saat ini.

Wong menegaskan bahwa Singapura tidak akan mengambil langkah balasan seperti tarif retaliasi. Sebaliknya, negara kota ini akan tetap waspada dan fokus memperkuat jaringan serta kemitraan dengan negara-negara yang memiliki visi serupa.

Ia juga menjanjikan bahwa Singapura akan mempersiapkan diri lebih baik dibandingkan negara lain untuk menghadapi guncangan ekonomi yang akan datang.

“Stabilitas global yang pernah kita ketahui tidak akan kembali dalam waktu dekat. Kita tidak bisa berharap bahwa aturan yang melindungi negara kecil akan terus berlaku,” katanya, seraya mengajak warganya untuk bersiap secara mental menghadapi tantangan ke depan.

Peringatan Wong ini mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas tentang masa depan ekonomi global di tengah kebijakan proteksionisme yang kian menguat.

Tarif Trump, yang bertujuan mengurangi defisit perdagangan AS dengan menyetarakan bea masuk dengan negara mitra dagang, telah memicu reaksi beragam dari berbagai negara.

Bagi Singapura, yang ekonominya bergantung pada perdagangan bebas dan stabilitas global, kebijakan ini bukan hanya ancaman ekonomi, tetapi juga ujian ketahanan nasional.

“Jika kita tetap teguh dan bersatu, Singapura akan terus bertahan di tengah dunia yang penuh masalah ini,” tutup Wong dengan nada optimis namun penuh kewaspadaan.

Artikel Terbaru

Prabowo utus Jokowi ke Pemakaman Paus: Politisasi dan Langgar Etika Diplomatik

JAKARTA -  Keputusan Presiden Prabowo Subianto mengutus mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu perwakilan Indonesia untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan pada 26 April 2025 menuai polemik.

Kontroversi Usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional: Dinilai Melecehkan Reformasi 

INN NEWS - Usulan untuk menetapkan mantan Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto, sebagai pahlawan nasional kembali memicu polemik di tengah masyarakat. 

Wapres Bicara Bonus Demografi, Videonya Tuai Dislike Puluhan Ribu, Akhirnya Disembunyikan

JAKARTA - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, baru-baru ini mengunggah video berjudul “Generasi Muda, Bonus Demografi dan Masa Depan Indonesia” di kanal YouTube pribadinya pada 19 April 2025.

Pemerintah Target di Atas 5%, tapi IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Hanya 4,7% di 2025-2026

INN NEWS - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam laporan terbarunya, World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025. 

artikel yang mirip

Prabowo utus Jokowi ke Pemakaman Paus: Politisasi dan Langgar Etika Diplomatik

JAKARTA -  Keputusan Presiden Prabowo Subianto mengutus mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu perwakilan Indonesia untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan pada 26 April 2025 menuai polemik.

Kontroversi Usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional: Dinilai Melecehkan Reformasi 

INN NEWS - Usulan untuk menetapkan mantan Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto, sebagai pahlawan nasional kembali memicu polemik di tengah masyarakat. 

Wapres Bicara Bonus Demografi, Videonya Tuai Dislike Puluhan Ribu, Akhirnya Disembunyikan

JAKARTA - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, baru-baru ini mengunggah video berjudul “Generasi Muda, Bonus Demografi dan Masa Depan Indonesia” di kanal YouTube pribadinya pada 19 April 2025.