1,292 total views
INN NEWS – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kembali menghantam Indonesia pada awal 2025, menyerang dua sektor yang selama ini dianggap vital: perhotelan dan media.
Fenomena ini bukan hanya sekadar kehilangan pekerjaan, tetapi juga mencerminkan krisis struktural yang lebih dalam akibat perubahan dinamika ekonomi, kebijakan pemerintah, dan disrupsi teknologi.
Badai PHK di Industri Perhotelan
Berdasarkan survei Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang melibatkan 726 pelaku industri perhotelan di 30 provinsi, 88% responden menyatakan kekhawatiran akan PHK massal akibat efisiensi anggaran pemerintah.
Survei tersebut, yang dilakukan pada akhir 2024, menunjukkan penurunan drastis permintaan dari sektor pemerintah (5-7% dari bisnis hotel) dan sektor MICE (meetings, incentives, conventions, and exhibitions) yang menyumbang 6-21% pendapatan hotel.
Lebih dari 30 responden melaporkan penurunan pendapatan hingga 40% dibandingkan tahun sebelumnya, terutama pada awal 2025.
Hotel kelas menengah ke atas di wilayah yang bergantung pada permintaan pemerintahan, seperti Jakarta dan Yogyakarta, merasakan dampak terparah.
Kebijakan pengurangan anggaran perjalanan dinas dan kegiatan MICE oleh pemerintah sejak Desember 2024 menjadi pemicu utama. Tanpa penyesuaian kebijakan, PHRI memprediksi 50% pelaku industri perhotelan akan mengalami defisit, bahkan berpotensi menutup operasional.
Penyebab PHK di Industri Perhotelan
Efisiensi Anggaran Pemerintah
Pengurangan anggaran perjalanan dinas dan kegiatan MICE oleh pemerintah langsung memukul sektor perhotelan, yang mengandalkan kontrak pemerintah sebagai salah satu sumber pendapatan utama. Kebijakan ini mulai terasa sejak Desember 2024, dengan dampak yang berlangsung hingga minimal enam bulan ke depan.
Penurunan Daya Beli Masyarakat
Pertumbuhan ekonomi yang melambat pada kuartal I 2025, ditambah dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, mengurangi daya beli masyarakat. Hal ini berdampak pada tingkat okupansi hotel, terutama selama periode low season seperti bulan puasa.
Persaingan dan Liberalisasi Pasar
Skema ASEAN Open Sky meningkatkan persaingan di sektor pariwisata, tetapi juga menambah tekanan pada hotel lokal yang kesulitan bersaing dengan destinasi regional lainnya.
Badai PHK di Industri Media
Industri media, khususnya televisi dan media cetak, juga mengalami guncangan hebat. Berdasarkan laporan dari berbagai sumber di platform X, sejumlah stasiun televisi ternama melakukan PHK besar-besaran pada awal 2025:
- Kompas TV: Mem-PHK 150 karyawan.
- CNN Indonesia TV: Mem-PHK 200 karyawan.
- TV One: Mem-PHK 75 karyawan.
- Emtek Group (SCTV, Indosiar): Mem-PHK 100 karyawan.
- MNC Group: Melakukan regrouping yang berdampak pada pengurangan karyawan.
- VIVA.co.id: Berencana menutup kantor di Pulogadung pada Mei 2025.
Selain itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melaporkan adanya penundaan pembayaran gaji, pemaksaan cuti tanpa bayar, dan PHK di beberapa perusahaan media. Media cetak bahkan lebih dulu terpukul, dengan banyak penerbit yang berhenti terbit akibat menurunnya pendapatan.
Penyebab PHK di Industri Media
Disrupsi Digital dan Penurunan Pendapatan Iklan
Disrupsi teknologi digital telah mengalihkan anggaran iklan dari media konvensional ke platform media sosial seperti TikTok dan YouTube. Banyak masyarakat kini mengakses berita melalui platform digital, menyebabkan penurunan jumlah penonton televisi dan pembaca media cetak.
Potongan Anggaran Iklan Pemerintah
Pemerintah mengurangi anggaran iklan untuk media, yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan utama perusahaan media. Hal ini memperparah kondisi keuangan perusahaan, memaksa mereka melakukan efisiensi melalui PHK.
Kemudahan Teknologi Digital
Teknologi digital memungkinkan produksi konten dengan sumber daya minimal, mengurangi kebutuhan tenaga jurnalis profesional. Otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI) juga mulai menggantikan peran tertentu dalam produksi berita.
Krisis Keberlanjutan Media
Konsolidasi industri media, seperti yang terjadi secara global, turut memengaruhi Indonesia. Banyak perusahaan media berjuang untuk tetap relevan di tengah persaingan ketat dan perubahan perilaku konsumen.
Analisis dan Dampak Lintas Sektor
Baik industri perhotelan maupun media menghadapi tantangan yang serupa: perubahan struktural akibat teknologi, kebijakan pemerintah, dan tekanan ekonomi global.
Di sektor perhotelan, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah menjadi pemicu langsung, diperparah oleh melemahnya daya beli masyarakat dan persaingan regional.
Sementara itu, industri media bergulat dengan disrupsi digital yang tidak hanya mengurangi pendapatan, tetapi juga mengubah cara informasi dikonsumsi.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Pengangguran dan Kemiskinan
PHK massal di kedua sektor ini berpotensi meningkatkan angka pengangguran, yang pada akhir 2024 telah mencapai 80.000 pekerja di berbagai sektor, dengan proyeksi hingga 280.000 pada 2025.
Hal ini dapat memicu kenaikan kemiskinan dan bahkan kriminalitas jika tidak ditangani dengan cepat.
Kesenjangan Keterampilan
Pekerja yang terkena PHK, terutama dari sektor media, sering kali menghadapi kesenjangan keterampilan untuk masuk ke industri lain. Di perhotelan, pekerja usia lanjut juga sulit bersaing di pasar kerja baru.
Gangguan Rantai Pasok
Di sektor perhotelan, PHK massal dapat mengganggu rantai pasok, seperti penyediaan bahan baku dan jasa pendukung, yang berdampak pada ekonomi lokal.
Badai PHK yang melanda industri perhotelan dan media pada awal 2025 adalah cerminan dari tantangan ekonomi dan teknologi yang kompleks.
Data menunjukkan penurunan pendapatan signifikan di kedua sektor, didorong oleh kebijakan pemerintah, disrupsi digital, dan melemahnya daya beli masyarakat.
Tanpa intervensi cepat dan terkoordinasi, dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh pekerja, tetapi juga oleh perekonomian nasional secara keseluruhan.
Pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat perlu bersinergi untuk mencari solusi yang berkelanjutan demi mengurangi dampak krisis ini.


