HomeOpiniGeopolitik dalam Genggaman Trump: Antara Realisme dan Reposisi Kekuatan

Geopolitik dalam Genggaman Trump: Antara Realisme dan Reposisi Kekuatan

Published on

spot_img

 640 total views

INN INTERNASIONAL – Dalam satu pekan yang membelalakkan mata dunia, Donald J. Trump tidak sekadar kembali—ia melakukan reposisi kekuatan Amerika dalam lanskap geopolitik global.

Di saat banyak pemimpin dunia berkutat pada isu domestik dan simbolisme politik, Trump justru memainkan papan catur kekuasaan dunia dengan kecepatan dan presisi yang mengejutkan, nyaris seperti seorang grandmaster yang menolak bicara, tetapi menjawab dengan langkah.

Ketika India dan Pakistan kembali memanas di wilayah Kashmir, banyak pengamat mengantisipasi eskalasi bersenjata yang bisa berujung pada konflik nuklir.

Namun, tak seperti pendekatan panjang meja diplomatik pada umumnya, Trump memilih jalur belakang layar.

Tanpa panggung, tanpa sorotan, ia berhasil menurunkan suhu konflik. Pakistan memberikan ucapan terima kasih secara terbuka, sementara India memilih diam—sikap yang, bagi para diplomat kawakan, justru mengonfirmasi keberhasilan negosiasi senyap itu.

Inilah politik realisme dalam bentuknya yang paling telanjang: menjaga perdamaian bukan dengan pidato, tetapi dengan kekuatan yang tahu kapan harus digunakan.

Dalam hal Rusia dan Ukraina, Trump kembali menunjukkan bahwa kehadiran bisa menjadi kekuatan tersendiri.

Ketika Biden gagal mengangkat telepon, Trump menciptakan peluang. Delegasi Rusia dan Ukraina kini dijadwalkan bertemu di Turki, dan Trump menyatakan kesiapan untuk hadir secara pribadi.

Apakah ini panggung kampanye atau diplomasi tingkat tinggi? Mungkin keduanya. Namun satu hal jelas: reposisi kekuatan sedang terjadi, dan Amerika kembali menjadi pusat gravitasi perundingan global.

Sementara itu, kepada Tiongkok, Trump mengetukkan meja dengan keras. Dalam seminggu, ia berhasil memaksa Beijing menyepakati jeda tarif selama 90 hari, memangkas bea impor strategis, dan yang terpenting: mulai menindak ekspor fentanyl ke Amerika.

Ini bukan lagi diplomasi normatif atau tekanan multilateral. Ini negosiasi transaksional murni, dan untuk pertama kalinya, Tiongkok bergeming bukan karena ancaman, tapi karena perhitungan kekuatan yang berubah.

Reposisi kekuatan juga terlihat jelas dari Riyadh ke Doha. Dalam lawatannya ke Arab Saudi, Trump mengunci investasi senilai $600 miliar—termasuk $142 miliar untuk industri pertahanan.

Sebuah langkah simultan terjadi di Qatar, di mana Boeing mengantongi kontrak penjualan 210 pesawat, dengan nilai lebih dari $200 miliar.

Secara tidak langsung, Trump tidak hanya memulihkan kepercayaan investor asing terhadap Amerika, tetapi juga memperkuat fondasi ekonomi domestik berbasis manufaktur dan teknologi tinggi.

Di sisi lain, langkah Trump di Suriah tampak kecil namun tajam. Ia mencabut sebagian sanksi dengan satu syarat: milisi pro-Iran harus pergi, dan proses rekonstruksi dibiayai oleh negara Teluk, bukan oleh Rusia atau Teheran.

Tanpa menjatuhkan bom, Trump memutus tali pengaruh Iran, menggeser tumpuan kekuasaan Timur Tengah ke arah yang lebih bersahabat bagi Amerika.

Narasi kepemimpinan itu juga terlihat dalam pembebasan sandera terakhir asal Amerika di Gaza.

Trump tidak memilih jalur diplomasi pasif. Ia menggunakan leverage melalui Mesir dan Qatar, dan berhasil memulangkan seorang pekerja kemanusiaan tanpa tebusan, tanpa konsesi. Tindakan ini menyampaikan pesan eksplisit: mengganggu warga Amerika akan mendapat konsekuensi, bukan retorika.

Dampaknya tak hanya dirasakan di luar negeri. Di dalam negeri, harga gas turun ke $3,13, harga sembako mengalami penurunan 0,4%, dan harga telur anjlok 12,7%—angka yang belum pernah terjadi sejak 1984.

Ini bukan hasil stimulus, tetapi konsekuensi langsung dari stabilitas global dan diplomasi energi yang berpihak pada kepentingan nasional.

Indeks Harga Konsumen (CPI) stabil di 2,3%, S&P 500 tembus 5.900, dan sentimen pasar kembali positif.

Trump memanfaatkan momentum ini untuk mengatur ulang struktur industri farmasi, menandatangani eksekutif order yang mengaitkan harga obat dengan standar internasional dan memaksa transparansi langsung ke konsumen.

Hasilnya diprediksi memangkas harga obat hingga 80%, sekaligus menciptakan sistem yang tak bisa dibatalkan oleh lobi farmasi.

Tidak berhenti di sana, ia menetapkan kembali arah pendidikan nasional dengan menegaskan pentingnya sekolah pilihan. Dalam deklarasi Charter Schools Week, Trump menegaskan: masa depan anak-anak adalah hak orang tua, bukan otoritas ideologis lokal.

Dalam waktu lebih dari 100 hari, Trump telah menerbitkan lebih dari 150 eksekutif order.

Ia membongkar kerangka DEI era Biden, mengembalikan independensi energi nasional, memangkas birokrasi, dan memutus berbagai simpul pengaruh asing dalam kebijakan domestik. Langkah ini bukan saja administratif—ia merefleksikan perubahan paradigma dalam bagaimana kekuasaan dijalankan dan diarahkan.

Reposisi kekuatan, pada akhirnya, bukan sekadar jargon kebijakan luar negeri. Ia adalah aksi nyata yang menjalar dari Moskow hingga Main Street.

Dalam satu pekan, Trump membuktikan bahwa ketika kekuatan digunakan bukan untuk pamer, tetapi untuk menata ulang tatanan global, maka Amerika kembali diperhitungkan.

Ini bukan soal nostalgia masa lalu. Ini soal kepemimpinan yang memahami bahwa dunia bukan sedang menunggu siapa yang paling santun, tetapi siapa yang paling siap.

Dan pekan ini, suka atau tidak, Trump menunjukkan bahwa di tangan yang tepat, geopolitik bukan sekadar wacana—melainkan alat untuk membentuk ulang dunia.

Dr. Hanny Setiawan, M.B.A.

Artikel Terbaru

Trump Gaza Plan: Antara Tuduhan Kolonialisme dan Jalan Keluar Gaza

Di abad ke-21, kata “kolonialisme” masih terus digunakan sebagai senjata retoris. Setiap intervensi Barat...

Regionalisme sebagai Penahan Benturan Globalisme dan Nasionalisme

Dunia sedang bergerak menuju era multipolar yang kompleks. Jika pada masa Perang Dingin peta...

Ortu SD Muhammadiyah 1 Ketelan Solo Lebih Pilih Dapur Sehat Rp10 Ribu daripada MBG Gratis

Solo, innindonesia.com – Di tengah gencarnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah pusat, sekelompok orang tua siswa di SD Muhammadiyah 1 Ketelan, Solo, Jawa Tengah, justru memilih opsi mandiri. 

Retorika Kebencian Global terhadap Israel

Ada satu fakta penting. Israel tidak pernah mengeluarkan dokumen resmi, pidato kenegaraan, atau kebijakan yang menyerukan “bunuh semua orang Palestina.” Kritik terhadap blokade, ekspansi, atau operasi militer Israel sah. Tapi tidak ada retorika negara Israel yang mendorong pemusnahan etnis Palestina.

artikel yang mirip

Trump Gaza Plan: Antara Tuduhan Kolonialisme dan Jalan Keluar Gaza

Di abad ke-21, kata “kolonialisme” masih terus digunakan sebagai senjata retoris. Setiap intervensi Barat...

Regionalisme sebagai Penahan Benturan Globalisme dan Nasionalisme

Dunia sedang bergerak menuju era multipolar yang kompleks. Jika pada masa Perang Dingin peta...

Ortu SD Muhammadiyah 1 Ketelan Solo Lebih Pilih Dapur Sehat Rp10 Ribu daripada MBG Gratis

Solo, innindonesia.com – Di tengah gencarnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah pusat, sekelompok orang tua siswa di SD Muhammadiyah 1 Ketelan, Solo, Jawa Tengah, justru memilih opsi mandiri.