329 total views
INN NEWS – Penampilan cucu Proklamator Mohammad Hatta atau dikenal Bung Hatta saat menghadiri acara di Istana Negara berhasil menyita perhatian publik.
Ia tampil dengan anggun mengenakan kebaya hitam dipadukan dengan batik slobog, sebuah busana yang tidak hanya indah dipandang tetapi juga sarat akan makna filosofis.
Pilihan outfit tersebut kemudian memunculkan beragam tafsir di masyarakat, banyak yang menilai bahwa gaya berbusana itu merupakan simbol kritik halus yang ditujukan kepada para penguasa.
Wanita tersebut adalah Gustika Jusuf Hatta yang tampil anggun menggunakan kebaya hitam dan batik slobog, dua simbol busana Jawa yang sarat makna kelam.
Gustika lahir pada 19 Januari 1994 dari pasangan Halida Nuriah Hatta dan Gary Rachman Jusuf. Halida merupakan anak ketiga Bung Hatta dan Rahmi Hatta.
Sejak muda, Gustika menunjukkan minat besar pada isu-isu global, yang kemudian membawanya menempuh studi di bidang War Studies di King’s College London.
Dari universitas bergengsi tersebut, ia meraih gelar Bachelor of Arts (B.A.), dengan pemahaman mendalam mengenai sejarah, strategi militer, dan hubungan internasional.
Fokus studinya mencakup hukum internasional, perlindungan warisan budaya di tengah konflik bersenjata, hingga isu-isu strategis di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik.
Latar belakang ini membekalinya dengan kemampuan untuk memadukan perspektif akademis dan budaya dalam membaca dinamika politik serta sosial, baik di Indonesia maupun di dunia.
Tak hanya berprestasi secara akademik, Gustika juga aktif terlibat dalam berbagai forum internasional sejak usia muda, menjadikannya sosok yang visioner sekaligus peduli pada isu kemanusiaan dan kebangsaan.
Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, Gustika menjelaskan alasan di balik pilihan busananya saat menghadiri peringatan kemerdekaan.
“Walau bukan Kamisan, pagi ini aku memilih kebaya hitam yang sengaja kupadukan dengan batik slobog untuk memperingati 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia,” tulisnya di akun @gustikajusuf.
Gustika menyatakan akan terus kembali mengenakan busana serupa di setiap upacara 17 Agustus selama lima tahun ke depan sebagai bentuk protes yang simbolis, sekaligus perwujudan warisan budaya dan perasaan terdalamnya.
Namun, unggahan tersebut tidak sekadar membahas busana. Gustika juga menyampaikan kritik tajam terhadap pemerintahan saat ini, yang ia sebut dipimpin oleh “Presiden penculik dan penjahat HAM, dengan Wakil anak haram konstitusi.”
Gustika juga turut menyinggung peristiwa kekerasan aparat di Pati yang menewaskan warga hanya beberapa hari sebelum upacara.
“Jujur tidak sampai hati merayakan hari kemerdekaan Indonesia ke-80 tanpa rasa iba, dengan peristiwa-peristiwa yang mengkhianati nilai kemanusiaan,” tulisnya lagi.
Meski sarat kritik, Gustika menegaskan sikapnya bukanlah bentuk keputusasaan. “Berkabung adalah jeda untuk jujur menatap sejarah.
Merayakan adalah doa dan harapan,” tulisnya,
memberi pesan bahwa refleksi sejarah dan doa tetap berjalan beriringan dalam memperingati kemerdekaan.
Tak hanya itu, ia juga melontarkan kritik pedas kepada Menteri HAM, Natalius Pigai.
“Bonus: Swipe ke slide terakhir untuk lihat penjilat rezim dan menteri HAM (ironic) lagi joget di atas penderitaan rakyat,” tulisnya.
Dalam video yang diunggahnya, ia menunjukkan cuplikan Natalius Pigai yang sedang berjoget, dan menyebutnya sebagai penjilat rezim.
Ia merasa ironis karena seorang Menteri HAM justru terlihat berjoget di tengah penderitaan rakyat.
Aksi simbolik Gustika Jusuf Hatta menjadi pengingat bahwa kritik bisa disampaikan dengan cara yang elegan namun tetap tajam.
Kehadirannya di Istana dengan busana penuh makna bukan sekadar pilihan fesyen, melainkan pesan moral agar bangsa tidak melupakan sejarah dan terus memperjuangkan keadilan.