274 total views
INN NEWS – Kepala desa (Kades) dan perangkatnya terancam dipenjara jika tak netral di Pilpres 2024.
Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2023 yang melarang perangkat desa terlibat kampanye dan partisan dalam mendukung salah satu pasangan capres dan cawapres di Pilpres mendatang.
Dijelaskan pada Pasal 280 ayat 2 huruf i, perangkat desa dilarang dilibatkan sebagai pelaksana, peserta dan tim kampanye. Lalu Pasal 282 dikatakan perangkat desa tidak boleh membuat keputusan yang menguntungkan salah satu paslon.
Demikian bunyi pasal 282:
“Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.”
Sementara tertuang dalam pasal 490, jika perangkat desa tidak netral maka terancam pidana maksimal satu tahun penjara.
Demikian bunyi pasal 490:
“Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
Adapun bagi pelaksana, peserta dan atau tim kampanye pemilu akan disanksi pidana maksimal 2 tahun jika secara sengaja melanggar ketentuan pelaksanaan pemilu.
Hal itu sesuai dengan Pasal 521 yang berbunyi:
“Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”
Ketentuan tersebut berlaku pada masa kampanye. Adapun masa kampanye dimulai pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
Seperti diketahui belum lama ini telah terjadi pergunjingan di masyarakat terkait delapan organisasi kepala desa yang tergabung dalam Desa Bersatu memberi sinyal dukungan kepada pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Sinyal dukungan itu ditunjukkan dengan langkah Desa Bersatu yang mengundang Prabowo-Gibran di acara Silaturahmi Desa Bersatu di Indonesia Arena, Jakarta, Minggu (19/11).
Koordinator Nasional Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Muhammad Asri Annas mengatakan Prabowo-Gibran adalah pasangan capres dan cawapres yang peduli dengan desa.
Meski begitu, Ia menuturkan pihaknya tidak mau secara tegas mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo-Gibran. Sebab, hal itu bertentangan dengan undang-undang (UU).
“Kalau mau memberikan dukungannya penuh kepada capres atau cawapres, tidak harus deklarasi kalau kami mau,” kata Annas.
Sementara itu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyoroti acara silahturahmi tersebut.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, pihaknya kini sedang mendalami hasil pengawasan yang dilakukan para pengawas di lokasi acaram
Pihaknya akan memastikan apakah ada ajakan memilih atau deklarasi dukungan dalam acara tersebut.
Kendati masih dalam proses kajian, Bagja mengingatkan bahwa perangkat desa dan kepala desa tidak boleh menjadi bagian tim kampanye peserta pemilu. Hal itu diatur secara tegas dalam Pasal 280 UU Pemilu.
“Tidak boleh kepala desa diorganisasi untuk mendukung pasangan calon tertentu, tidak boleh. Apalagi ketika masa kampanye nanti kepala desa ngumpulin warganya untuk memilih seseorang tidak boleh. Itu pidana,” kata Bagja kepada wartawan, Senin (20/11/2023).
Sanksi atas pidana pemilu, kata Bagja, bisa berupa pemecatan terhadap perangkat desa yang terlibat tim kampanye. Kandidat yang didukungnya juga bisa dijatuhi sanksi berat berupa didiskualifikasi dari keikutsertaannya pada Pemilu 2024.
“Jika terbukti (perangkat desa menggalang dukungan) untuk caleg melakukan itu, calegnya bisa didiskualifikasi. Demikian juga capres,” kata Bagja.